Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Rem Darurat Anies Baswedan, Politisi Banteng: Kebijakan Yang Gagal

SN | Kamis, 10 September 2020
Rem Darurat Anies Baswedan, Politisi Banteng: Kebijakan Yang Gagal
Politisi PDIP, Gilbert Simanjuntak -Net
-

RADAR NONSTOP - Kebijakan tarik rem darurat Anies Baswedan mengundang reaksi beragam. Ada yang memuji, ada juga menghujat. Bahkan menyebut rem darurat adalah kebijakan yang gagal.

Anggota DPRD Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak misalnya, menilai kebijakan rem darurat Anies Baswedan adalah kebijakan yang gagal.

Menurut Gilbert, peningkatan kasus positif Covid-19 setiap hari, bahkan semakin tidak terkendali dikarenakan pemerintah hanya melihat Rt, tapi tidak melihat absolut.

BERITA TERKAIT :
Jangan Jago Gombal Jadi Syarat Mutlak PDIP Untuk Calon Kepala Daerah, Kapok Dengan Jokowi & Gibran? 
PDIP Godok Calon Gubernur Jakarta, Dari Ahok, Om P, Andika Hingga Basuki Lagi Diolah

"Sejak awal sudah saya sebutkan di media bahwa PSBB Transisi adalah kebijakan gagal, tapi berlanjut hingga 5 kali. Semakin hari kasus semakin naik dan tidak terkendali. Melihat data jangan hanya melihat Rt (<1 versus >1), tapi harus juga melihat nilai absolut (10 kasus baru versus 1000 kasus baru per hari). Juga jangan hanya melihat positivity rate (<5 versus >5) karena ini juga sudah terlambat 4,5 hari," katanya di Jakarta, kamis (10/9/2020).

Ia menyebut bahwa faktor utama kegagalan PSBB Transisi adalah ketidaktegasan pemerintah dalam memberlakukan sanksi bagi warga yang tidak disiplin melakukan protokol kesehatan.

"Faktor utama penyebab kegagalan PSBB Transisi adalah ketidaktegasan. Akibatnya masyarakat banyak yang tertular ulah mereka yang tidak disiplin dan tidak ditindak/tidak tegas. Penyebaran utama adalah di rumah (karena semua melepas masker di rumah), dan di lokasi tertentu dimana masyarakat tidak patuh (kumpul2 di jalan sempit/gang, pasar tradisionil dan angkutan umum swasta)," jelasnya.

Politisi sekaligus dokter ini pun berharap agar PSBB Ketat ini bukan hanya perubahan nama dari PSBB Transisi semata. Ia berujar bahwa pengorbanan masyarakat sudah terlalu besar terutama bagi yang patuh terhadap protokol kesehatan.

"PSBB Ketat jangan sampai menjadi PSBB Transisi nama baru. Pengorbanan masyarakat terlalu besar, khususnya yang patuh dengan protokol pencegahan. Bila ketidaktegasan merupakan penyebab gagalnya PSBB Transisi, maka hal tersebut jangan sampai terulang di PSBB Ketat. Masyarakat lebih susah disuruh patuh sekarang, mungkin kejenuhan ikut berpengaruh," ujarnya.

Lebih lanjut Gilbert meminta agar pengawasan ditempat berkerumun masyatakat diperketat. Ia meminta pemerintah ibatkna TNI-Polri serta pengurus hingga tingkat RT untuk mengawasi pemikiman, gang sempit, angkutan umum dan pasar.

"Masyarakat dilarang kumpul2 di jalan sempit/gang, pasar diawasi ketat agar patuh terhadap protocol, juga angkutan umum dan kantor. Ketegasan ini muncul misalnya dari supervisi mendadak ke pemukiman dan kantor, juga di jalan sempit. Angkutan umum dan pasar harus diawasi serius selama beroperasi. Sebaiknya jam operasional pasar dibatasi. Libatkan TNI (Darat, Laut dan Udara) dan Polri. Pengurus Rt dan Rw wajib bertanggungjawab," sambungnya.

Kader Partai Banteng Gemuk Moncong Putih ini menegaskan bahwa kebijakan tanggung hanya akan menuai kegagalan. Menurutnta jika PSBB ketat tidak berbeda dengan PSBB Transisi, masyarakat yang patuh, kaum disabilitas dan anak-anak akan menjadi korban.

"Jam malam perlu diberlakukan. Kebijakan tanggung hanya akan menuai kegagalan. Kebijakan tanggung hanya akan menuai kegagalan. Jangan buat PSBB Transisi hanya ganti nama jadi PSBB Ketat, dan masyarakat yang patuh, kaum disabilitas dan anak-anak jadi korban," pungkasnya.