RADAR NONSTOP - Pulau Bali memproduksi buah naga organik dalam beberapa tahun terakhir. Budi daya tersebut, tak lepas dari peran Ketut Gede Anom Sayoga dan I Wayan Kantra.
Sayoga mengembangkan buah naga di lahan 14 hektare di Banjar Batur Sari, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Produktivitasnya mencapai 12-15 ton per hektare saat musim panen Agustus-April. Umur tanaman mencapai lima tahun.
Budi daya yang dilakukannya menerapkan sistem baik dan benar (good agricultural practices/GAP). Dia juga memanfaatkan potensi sekitar, sehingga tersertivikasi oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) pada 2017.
Sementara Kantra, mengembangkan buah naga organik di lahan 13,5 hektare di Desa Bulian, Kecamatan Kubu Tambahan, Kabupaten Buleleng. Produktivitasnya, 50 ton per hektare dengan umur tanaman hingga delapan tahun. Buah naga yang dikembangkan varietas mawar asal Banyuwangi sejak 2011.
Lahan yang digunakan sebelumnya kering dan tandus. Bahkan, dia dan rekan di Kelompok Tani Gunung Sari menjadikan lokasi tersebut lokasi agrowisata serta mengantongi sertifikat organik Institute for Marketecology (IMO) Control dari perusahaan Swiss pada 2016.
Kendati begitu, Kantra dan Sayoga sama-sama memanfaatkan kotoran sapi hasil fermentasi sebagai pupuk organik. Keduanya pun menghasilkan biogas.
Untuk pengendalian organisme penggangu tanaman (OPT), mereka menggunakan bahan nabati ekstrak tanaman brotowali, ekstrak daun sirsak, ekstrak lengkuas, dan sebagainya. Sanitasi lahan dilakukan secara rutin, untuk memutus siklus hidup hama. Sulur atau batang tanaman yang busuk, dimanfaatkan menjadi makanan ikan dan ternak.
Di sisi lain, didampingi Dinas Pertanian Bali, UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Bali, serta Dinas Pertanian Buleleng, agar meningkatkan produk dan mutu, baik di lahan maupun di collecting house. Misalnya, mitigasi penanganan OPT, meregistrasi kebun sesuai GAP dan integrated pest management (IPM), dan memperbaiki fasilitas collecting house.
"Kami siap mengawal dan membimbing petani buah naga Bali secara organik dan ramah lingkungan, agar produknya ramah lingkungan dan berdaya saing tinggi, baik di pasar lokal maupun internasional," ujar Kepala UPTD BPTPH Bali, Swastika.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Hortikultura Ditjen Hortikultura Kementan, Sri Wijayanti Yusuf, menyatakan, pihaknya mendukung penerapan budi daya organik. Sehingga, mutu produk meningkat dan bisa bersaing di pasar global.