RADAR NONSTOP - Mudik masih menjadi perdebatan. Banyak pihak mendesak agar mudik dilarang.
Tapi pemerintah belum memberikan aturan tegas soal mudik. Jokowi secara tegas baru melarang PNS, TNI, Polri, BUMN hingga BUMD agar tidak mudik saat Idul Fitri tahun ini.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) memprediksi jika aturan tidak tegas bisa memicu gelombang gerakan warga. Sebab, ada indikasi 1,3 juta perantau akan mudik.
BERITA TERKAIT :Para pemudik ini menuju ke Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah atau Jateng dan Jawa Timur (Jatim). Para pemudik berasal dari zona merah Corona seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi atau Jabodetabek.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebut, ada 1,3 juta warga yang berpotensi nekat mudik. Bukan hanya pulau Jawa tapi kawasan Sumatra seperti Lampung, Sumsel dan Sumut juga akan dibanjiri para perantau.
Data Balitbang Kemenhub yang bekerja sama dengan MTI, ada 900.000 warga yang akan mudik dan 2,6 juta warga yang belum memutuskan mudik.
Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) memprediksi, bila nantinya mudik betul-betul tidak dilarang, angka positif coronavirus COVID-19 yang butuh pelayanan rumah sakit bakal tembus sejuta kasus.
Prediksi tersebut merupakan hasil permodelan FKM UI, terdiri atas Iwan Ariawan, Pandu Riono, Muhammad N Farid, dan Hafizah Jusril.
Draf ‘Permodelan COVID-19 Indonesia, Apa yang Terjadi Jika Mudik?’ bertanggal 12 April diterima wartawan dari Pandu Riono, salah satu tim FKM UI.
Estimasi kumulatif kasus COVID-19 di Pulau Jawa:
1. Jawa selain Jabodetabek (dengan mudik): +/- 1.000.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
2. Jawa selain Jabodetabek (tanpa mudik): +/ 800.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
3. Jabodetabek: +/- 250.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
Angka tersebut diprediksi tercapai pada 1 Juli 2020. Sebelum momen puncak itu, angka kasus COVID-19 yang perlu perawatan rumah sakit bakal terus naik. Pada 24 Mei atau 1 Syawal, angka positif COVID-19 yang perlu perawatan RS sudah menembus 500 ribu kasus, bila tanpa larangan mudik.
Selisih antara skenario dan mudik dengan tanpa mudik sekitar +/- 200.000 kasus COVID-19 yang perlu perawatan RS. Jadi, bila pemerintah melarang mudik, tambahan 200 ribu kasus COVID-19 yang perlu perawatan RS tidak akan terjadi.
Perputaran Duit
Lebaran dinilai sebagai penggerak ekonomi rakyat kelas bawah. Roda itu bergerak saat pemudik sampai di kampung halamannya.
Para perantau yang membawa duit hasil kerja mereka diprediksi akan membelanjakannya di kampung. Belum lagi para tenaga kerja atau TKI yang secera serentak juga balik ke kampung.
Jika ditotal jumlah pemudik di Jabodetabek yang dihabiskan di lokasi mudik adalah sebesar Rp 10,3 triliun. Dana tersebut paling banyak mengalir di wilayah Jawa Tengah sebesar Rp 3,8 triliun, Jawa Barat sebesar Rp 2,05 triliun, Jawa Timur sebesar Rp 1,3 triliun, serta sisanya tersebar ke wilayah lain di Indonesia.
Umumnya satu pemudik, menghabiskan dana Rp 2 juta sampai 5 juta di kampung. Pada 2019, jumlah pemudik di Jabodetabek sekitar 14,9 juta orang.
Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Perhubungan Ad Interim mengaku, skenario adanya larangan mudik dalam waktu dekat. Namun, hal ini bergantung kondisi di lapangan seiring upaya pemerintah menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Jika tingkat penyebaran virus Corona belum dapat dibendung bisa saja pemerintah pusat akan mengambil langkah pencegahan. "Kita enggak mau orang pergi dari Jakarta, karena kita ingin semua orang tinggal di tempat. Bahkan, tidak mungkin atau mungkin saja minggu depan pemerintah melarang tidak ada mudik, ini tergantung penilaian kita terhadap kondisi yang ada," ucap Luhut melalui virtual konferensi pers, Selasa (14/4/2020).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini juga menanggapi isu yang beranggapan pemerintah tidak tegas untuk menekan penyebaran virus corona. Dia memastikan, kebijakan larangan mudik harus merepresentasi kondisi terbaik saat ini sehingga tidak menimbulkan kerugian yang besar.
"Kita bertahap, ya. Itu kan tergantung negara. Jangan bilang pemerintah enggak tegas juga, tidak ada satupun di dunia negara punya formula (kebijakan) yang sama,” tuturnya.