RADAR NONSTOP - Seorang wartawan olahraga dengan ciri - ciri terinfeksi Covid -19 meninggal dunia usai ditolak RS rujukan yang ditunjuk pemerintah.
Isteri wartawan berinisial WD mengklaim, mereka ditolak rumah sakit rujukan pemerintah dengan dalih pasien yang ditampung sudah melebih kapasitas.
Berikut curhat sang isteri ditengah duka kehilangan orang yang mereka cintai seperti dilansir dari laman bbc.com.
BERITA TERKAIT :Isteri WD menuturkan, telah mengunjungi lima rumah sakit. WD, sebagaimana dipaparkan istrinya, ditolak dua rumah sakit rujukan pemerintah, yaitu Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso.
Setelah ditolak, WD diterima di RSUD Kabupaten Tangerang. Namun, sang istri mengklaim suaminya ditelantarkan sekitar lima setengah jam.
Akhirnya, dia membawa suaminya ke RS Eka di Tangerang Selatan, dan pria tersebut meninggal keesokan harinya.
Sang istri yang kini menjalani karantina di salah satu RS rujukan itu bercerita kepada BBC News Indonesia mengenai pengalaman yang disebutnya "ditolak dan ditelantarkan".
Awalnya, katanya, ia dan suami merasa badan mereka lemas, flu, dan tenggorokan sedikit sakit. Lalu mereka mengunjungi klinik kesehatan dekat rumah.
Pada Jumat subuh, (20/03), suaminya mengalami batuk terus-menerus. Paginya, sekitar pukul tujuh, ia dan suami menuju ke RS Sari Asih di Tangerang Selatan. Dokter melakukan pemeriksaan darah dan rontgen. Hasilnya menunjukkan gejala Covid-19 sehingga mereka disarankan ke rumah sakit rujukan pemerintah.
"Kenapa tidak bisa di sini (dirawat)? Tidak bisa karena tidak ada penanganan Covid yang harus di RS rujukan," kata perempuan berinisial DR tersebut.
"Lalu saya ke RSPAD dan saya bilang sudah diperiksa RS sebelumnya, saya kasih hasil labnya. Lalu mereka bilang tidak bisa karena sudah penuh. Lalu saya tanya ke mana? Dijawab, silahkan cari rumah rujukan lain. Lalu saya berangkat ke RSPI Sulianti Saroso, dan sama juga jawabannya. Itu sudah jam tiga sore.
"Karena KTP saya Tangerang, lalu saya membawa ke RSUD Kabupaten Tangerang. Suami saya masuk ruang isolasi dan cuma diperiksa suhu badan, disuruh duduk di kursi yang di tukang bakso dan bukan tidur. Lalu saya bolak-balik tanya dan dijawab 'dokter parunya belum bisa menjawab telepon ataupun whatsapp.
Lima setengah jam berlangsung, kondisi suaminya terus batuk dan memburuk. Akhirnya, DR memutuskan mengeluarkan WD dari ruang isolasi dan membawanya ke RS Eka di Tangerang Selatan.
"Pasien sudah lemas dan sulit bernafas, tanpa diapa-apain lima jam, dikasih minum (obat) saja tidak. Saya masuk ruang isolasi dan sudah tidak peduli lagi lalu saya larikan ke RS Eka dan masuk UGD. Besoknya masih dikasih pertolongan pernapasan namun tidak bisa lagi," katanya.
DR kini sedang menjalani perawatan di salah satu RS rujukan karena diduga juga terjangkit virus corona. Tenggorokannya terasa sedikit sakit, namun badannya tidak demam.
Ia pun sangat sedih atas perlakuan yang dialami oleh suaminya. "Andaikan langsung ditangani, dikasih anti biotik atau segala macam, atau alat pernapasan, mungkin tidak akan seburuk ini," katanya.
Ia pun meminta pemerintah untuk lebih tegas dan jelas mengenai alur rujukan ke rumah sakit, apalagi bagi orang yang kondisi kesehatan buruk.
"Mungkin sepenuh-penuhnya RS, apapun itu, ya pertolongan pertama musti diberikan. Saya sudah mohon-mohon kasih pertolongan pertama dulu, namun ditolak," katanya.
"Banyak orang seperti kami ditolak di beberapa kali rumah sakit rujukan padahal posisinya sedang terpapar virus, dan hitungan menit pemburukannya. Bayangkan tidak bisa bernapas," katanya.
BBC News Indonesia dilamannya mengaku telah menghubungi RSPAD Gatot Subroto dan RSPI Sulianto Saroso namun belum mendapatkan tanggapan atas klaim DR, istri wartawan berinisial WD.