RADAR NONSTOP - Tiga hari lalu, Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto dan ekonom Rizal Ramli memberikan warning alias peringatan kepada pemerintah. Kata keduanya, kondisi perekonomian Republik Indonesia saat ini sudah dalam kondisi "lampu merah" alias membahayakan.
Baik Prabowo maupun Rizal Ramli mengingatkan pemerintah terkait kondisi ekonomi Indonesia saat ini tersebut. Prabowo menyebut kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat serius dan menyebut Indonesia masuk dalam deretan negara "emerging market" yang rawan prospeknya ke depan.
Sedangkan, Rizal Ramli menyebut kondisi ekonomi Indonesia sudah lampu merah. Bahkan, dia mengibaratkan kondisi Indonesia seperti tubuh tanpa antibodi yang kuat.
BERITA TERKAIT :Nah, benarkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini seperti pandangan Prabowo dan Rizal Ramli? Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira, ekonomi Indonesia belum lampu merah.
Ujar Bhima, hal itu terlihat dari beberapa indikator, salah satunya tiga lembaga pemeringkat seperti S&P, Fitch Rating, Moody's masih mempertahankan rating surat utang Indonesia layak investasi.
"Kalau dibilang lampu merah sebenarnya harus dilihat indikatornya dulu. Setidaknya sampai saat ini belum ada yang men-downgrade. Outlook-nya pun stable bukan negatif," ucap Bhima, pada wartawan di Jakarta, Sabtu (6/10/2018).
Lanjutnya, yang membuat ekonomi tanah air belum lampu merah juga terlihat dari cadangan devisa (cadev) yang berjumlah US$ 114,8 miliar. Meski terus berkurang, angka tersebut dinilai masih aman dan bisa untuk membiayai impor selama 6,5 bulan dan jika termasuk pembayaran utang luar negeri pemerintah maka cukup untuk 6,3 bulan.
Kemudian, pembayaran utang luar negeri pemerintah juga berada di atas standar kecukupan internasional yakni dengan tiga bulan impor. Kendati demikian, Bhima pun sepakat dengan kritik Rizal Ramli soal kondisi fundamental ekonomi nasional lainnya seperti defisit transaksi berjalan yang diwaspadai terus melebar.
Apalagi, ekonomi Indonesia saat ini masih tumbuh stagnan di level 5%, ketergantungan akut pada komoditas mentah dan olahan primer membuat naik turunnya ekonomi dipengaruhi global. Belum lagi, tandas Bhima, kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan perang dagang negeri Pamanm Sam itu dengan China.
"Ibaratnya Indonesia sedang digebukin oleh faktor global dan domestik secara bersamaan. Saya katakan Indonesia masuk lampu kuning. Kalau lampu merah belum. Tapi, kalau tidak hati-hati dan siapkan mitigasi bisa masuk lagi ke lampu merah seperti era krisis," ia memperingatkan.