Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
Disesalkan Pakar Dan Guru Besar

KPK Jaman Know, Langsung Geledah, No! Ngopi Bareng, Yes!

RN/CR | Jumat, 17 Januari 2020
KPK Jaman Know, Langsung Geledah, No! Ngopi Bareng, Yes!
-Net
-

RADAR NONSTOP - Kasus OTT Wahyu Setiawan (eks Komisioner KPU) sempat memberi harapan positif akan pemberantas korupsi di tanah air.

Meskipun format KPK telah berubah dengan adanya Dewan Pengawas (Dewas). Sayang, begitu kasus bergulir, asa positif tersebut lenyap bagaikan air di daun talas, hilang tanpa bekas sama sekali.

Bukan tanpa sebab, melainkan dikarenakan ketidakmampuan komisi anti rasuah itu melakukan penggeledahan ke kantor DPP PDIP dimana Hasto Kristiyanto berkantor. 

BERITA TERKAIT :
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
OTT Mau Dihapus, Yang Sumringah Malah DPR Dan Langsung Tepuk Tangan

Alasannya, untuk menggeledah, diperlukan izin dari Dewas. Namun hingga saat ini izin tersebut tak kunjung hadir.

Tak berhenti disitu, hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya (sejak KPK berdiri) pun dilakukan. Pihak yang sedang berperkara bisa ngopi bareng alias mengadakan pertemuan dengan KPK.

Tentu saja hal ini membuat pakar hukum pidana dan para guru besar setanah air miris dan tarik nafas dalam - dalam menahan gundah dan kesedihan akan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Salah satu dari sekian ribu pakar hukum yang menyesalkan kejadian itu adalah Abdul Fickar Hadjar. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti ini menilai pertemuan itu semestinya bisa dihindari Dewan Pengawas KPK lantaran tim hukum PDIP tergolong pihak yang berkepen-tingan dalam perkara.

"Tim hukum PDIP bisa dikategorikan mewakili. Jadi, kalau secara sengaja menemui pihak yang sedang beperkara, sebenarnya apa fungsi Dewan Pengawas. Apalagi, Dewan Pengawas KPK belum mempunyai kode etik yang semestinya tunduk bahkan lebih tinggi dari kode etik KPK," ujar Abdul Fickar, kemarin.

Ia juga mengkritisi langkah tim hukum PDIP yang membawa persoalan upaya penyegelan markas DPP ke Dewan Pengawas KPK. 

Menurutnya, jika setiap pihak yang keberatan atas upaya proyustisia oleh KPK mengadu ke Dewan Pengawas, itu berpotensi mengganggu independensi kerja komisi antirasuah.

"Apa yang dilakukan KPK ialah pelaksanaan kewenangan sebagai penegak hukum. Jika ada pihak, termasuk PDIP, yang keberatan langkah proyustisia KPK, silakan gugat melalui praperadilan," imbuhnya.

Guru besar dari Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji, juga berpandangan senada. Indriyanto melihat tim hukum PDIP sebaiknya menunggu proses hukum perkara eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu hingga tuntas.

"Lebih bijak tim hukum DPP PDIP menunggu perkembangan dan pendalaman teknis penanganan kasus eks komisioner KPU ini oleh KPK, baik tentang terlibat atau tidak terlibatnya seseorang dalam kasus ini. Penantian ini dengan mempertimbangkan bahwa proses ini masih dalam tahap teknis operasional penyidikan," tegasnya.

Tim Hukum PDIP Bertemu Dewas KPK

Diketahui, setelah sempat tertahan lantaran belum memiliki janji pertemuan, tim hukum PDIP akhirnya diterima Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tim hukum PDIP mengaku diterima anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho dan menyampaikan sejumlah hal terkait dengan kasus dugaan suap yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan caleg PDIP Harun Masiku.

Saat bertemu anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, tim hukum PDIP menyerahkan surat laporan terkait kasus yang menjerat Harun Masiku, tersangka kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

"Kami menyerahkan surat berisi tujuh poin. Poin pertama kami menekankan apa bedanya penyidikan dan penyelidikan. Apa bedanya? Penyelidikan adalah pengumpulan bukti-bukti. Penyidikan kalau sudah ada tersangka," kata koordinator tim hukum PDIP, I Wayan Sudirta, seusai bertemu Albertina Ho di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, kemarin.

Wayan pun menyinggung ihwal rencana penggeledahan di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (9/1). "Ketika 9 Januari ada orang yang mengaku dari KPK tiga mobil bahwa dirinya punya surat tugas untuk penggeledahan. Ketika diminta lihat, hanya dikibas-kibaskan," kata Wayan.

Ia pun mempertanyakan apakah betul surat penggeledahan tersebut sudah mendapatkan izin dari Dewan Pengawas KPK sesuai amanat dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.

Sebelumnya,tim hukum PDIP juga menemui Ketua KPU Arief Budiman. Menurut tim PDIP, pertemuan dengan KPU bertujuan meluruskan pemberitaan terkait dengan kasus korupsi mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan pergantian antarwaktu Harun Masiku. Pertemuan itu pun diakui Ketua KPU.

"Hari ini kami menerima permohonan audiensi dari PDIP dan kami sudah melakukan pertemuan mendiskusikan beberapa hal, dan sebetulnya pertemuan semacam ini, pertemuan yang biasa," kata Arief.

#KPK   #PDIP   #Hukum