Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
Alasan Hak Azazi

Komnas HAM Minta Wali Kota Bubarkan Posko Pengaduan Korban LGBT

RN/CR | Selasa, 14 Januari 2020
Komnas HAM Minta Wali Kota Bubarkan Posko Pengaduan Korban LGBT
Kaum LGBT -Net
-

RADAR NONSTOP - Komnas HAM (Komisi    Nasional Perlindungan Hak Azazi Manusia) meminta Wali Kota Depok, Idris Abdusshomad membubarkan rencana razia kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dan pembentukan crisis center khusus korban terdampak LGBT di Kota Depok.

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai upaya tersebut sebagai tindakan diskriminatif.

"Komnas HAM RI meminta Pemerintah Kota Depok untuk membatalkan imbauan tersebut," ujar Beka dalam keterangan tertulis, Senin (13/1/2019).

BERITA TERKAIT :
2.229 Kasus DBD Di Jaktim, Wali Kota M Anwar Diminta Fokus 
Diprediksi Bakal Diguyur Hujan, Walikota Jaksel Tingkatkan Kesiapsiagaan Terhadap Bencana

Beka menuturkan imbauan yang disampaikan oleh Idris bertentangan dengan dasar negara Republik Indonesia, yakni UUD 1945. 

Dalam pasal UUD 1945 Pasal 28G (1), Beka menjelaskan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawa kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Selain itu, Beka menyebut pasal 28I (2) UUD 1945 menyatakan secara eksplisit setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.

"Instrumen HAM lainnya yang menjamin pemenuhan hak atas kebebasan ialah Pasal 33 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya," ujarnya.

Lebih lanjut, Beka menyatakan imbauan Idris terhadap LGBT telah mencederai Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik Pasal 17 yang menyatakan tidak boleh seorang pun dapat secara sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampuri masalah-masalah pribadinya, keluarganya, rumah atau hubungan surat-menyuratnya, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan nama baiknya.

"Hal lain yang dicermati oleh Komnas HAM, terkait kewajiban lembaga negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia semua warga negara termasuk kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender," ujar Beka.

Di sisi lain, Beka menyampaikan Pemkot Depok semestinya tidak melakukan diskriminasi terhadap kelompok LBGT. Dia berkata penguatan bagi pemda tentang perlindungan terhadap hak hidup warganya dipertegas dalam lingkup kebijakan nasional. Terlebih, pada 17 Oktober 2019, Indonesia terpilih menjadi Anggota Dewan HAM PBB untuk periode 2020-2022. 

"Sehingga mekanisme kerja yang dibangun oleh setiap lembaga negara, termasuk Pemerintah Kota Depok wajib berbasis pada prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia," ujarnya.

Tak hanya itu, Beka berkata diskriminasi terhadap LGBT mestinya tidak terjadi, karena Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1992 telah menghapus kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender dari daftar penyakit kejiawaan.

Ketentuan dari WHO itu, lanjut Beka, diimplementasikan oleh Kementerian Kesehatan melalui Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III tahun 1993 yang menyatakan bahwa kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender bukan merupakan penyakit jiwa maupun cacat mental.

Beka menambahkan Komnas HAM telah melayangkan surat kepada Wali Kota Depok untuk meminta pembatalan kebijakan serta permintaan perlindungan bagi kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender tersebut.

Lebih dari itu, Komnas HAM meminta Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kooordinator Politik, Hukum dan Keamanan untuk meningkatkan kualitas pemerintahan daerah.

"Sehingga kebijakan yang diskriminatif, merendahkan harkat dan martabat manusia serta membuka potensi terjadinya persekusi dan tindakan melawan hukum lainnya tidak lahir," pungkasnya.

#LGBT   #Walikota   #Komnas