RADAR NONSTOP - Jalan tol Jakarta-Cikampek elevated atau Japek Layang masih gratis hingga tahun baru. Setelah itu kisaran harga Japek yakni antara Rp 1.700 hingga Rp 2.000 per Km.
Tarif secara keseluruhan jika dihitung maka 1 km Rp 2.000 dikalikan panjang ruas jalan Japek sekitar 70 km.
Diketahui, biasanya besaran tarif ditentukan dengan nilai investasi. Bisa saja tarif Japek melebihi Rp 2.000 atau kurang dari Rp 1.700.
BERITA TERKAIT :Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit sebelumnya pernah mengatakan pihaknya mengusulkan tarif untuk tol tersebut sekitar Rp 1.700-2.000 per kilometer (km). Menurutnya, tarif tol layang japek ini tak akan berbeda jauh dengan Tol JORR (Jakarta Outer Ring Road) II.
"(Usulan BPJT) antara Rp 1.700-2.000 per km. Tak beda jauh dibandingkan JORR II kan mirip Rp 1.700-an," tutur Danang ketika mengunjungi proyek pembangunan Tol Layang Japek km 37, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Namun, ia mengatakan, pihaknya masih akan melakukan rebalancing atau penyesuaian tarif dengan Tol Japek existing (non-elevated). "Kita sedang menyusun suatu proses regulasi bagaimana ini kita rebalancing dengan di bawah," terang Danang.
Ahli Rekayasa Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ade Sjafruddin, mempertanyakan kesiapan penanganan insiden di jalan tol layang Japek Jakarta-Cikampek sepanjang 36-an kilometer itu yang dibuka Ahad, 15 Desember 2019.
Jalan tol yang melayang dari pintu tol Simpang Susun Cikunir hingga Karawang Barat itu tidak memiliki rest area atau tempat keluar masuk lain untuk kondisi darurat. “Kalau ada yang mogok, atau kecelakaan jadi sulit, pengendara bisa terjebak panjang di atas jalan,” kata Ade.
Kondisi jalan tol layang Japek menurutnya berbeda karena akses keluar masuk kendaraan tidak sebanyak di jalan tol layang dalam kota Jakarta. Sementara faktor kecelakaan terbuka, misal dari jalan yang lurus panjang sehingga membuat pengemudi bosan lalu membuat lengah.
“Nyupir berjam-jam capek di jalan lurus bisa terlelap,” ujar Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB itu.
Ia juga menyoroti sambungan antar balok lantai jalan tol layang (expansion joints) yang sebagian belum rata. Menurut dia, perlu diperhalus karena kondisi itu akan mengganggu kendaraan yang melaju.
“Tidak membuat kecelakaan, tapi roda bisa terganggu dan bikin terkejut,” kata Ade.
Pembatasan kecepatan berkisar 60-80 kilometer per jam menjadi penting karena masih ada tonjolan-tonjolan di jalan layang itu. “Selama di ambang batas kecepatan itu aman.”
Pengelola dan petugas kini menurutnya harus punya prosedur penanganan kondisi darurat akibat insiden di jalan tol layang Japek. Misalnya memasang kamera pemantau yang mengawasi 24 jam serta membentuk tim reaksi cepat yang langsung bergerak.
“Petugas harus siap dan siaga, apakah jalan perlu ditutup sementara atau tidak,” katanya.