Oleh: Ifa Mufida (Pengamat Pemerhati Publik)
Pembatalan penghargaan kepada diskotek Colosseum oleh Pak Anies memang menuai kontroversi. Di satu sisi ada banyak kalangan yang menganggap Pak Anies tidak tegas, di sisi lain ada yang mengapresiasi sikap beliau yang demokratis. Demokratis bermakna mau mendengarkan aspirasi dari umat.
Meskipun jika ditelisik lebih dalam pembatalan tersebut bukan hanya sekedar karena desakan beberapa ormas Islam, tetapi ternyata juga berkenaan dengan legal etik.Diketahui ternyata deskotek tersebut pernah terjerat masalah narkoba. Maka secara legal, tak layak mendapatkan penghargaan.
BERITA TERKAIT :Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa deskotek merupakan tempat hiburan yang memang diadakan di kota-kota besar di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Di Indonesia, tempat ini tergolong tempat pariwisata. Pariwisata memang menjadi salah satu sumber pemasukan kas negara ataupun daerah. Maka untuk memacu pertumbuhan wisata tersebut, pemberian penghargaan mungkin dinggap perlu dan memiliki makna.
Penghargaan ini pertama kali diberikan pada 1974 dengan nama Kelapa Jaya hingga 1989. Setelah disempurnakan, namanya diubah menjadi Anugerah Adikarya Wisata dan menjadi even rutin dua tahunan sebagai medium penilaian sekaligus evaluasi bagi para pelaku usaha kepariwisataan.
Sedangkan untuk club dan deskotek sendiri, plt Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Alberto Ali mengatakan, pemberian penghargaan kepada diskotek tidak dilarang menurut undang-undang. Dalam peraturan yang tertulis, diskotek adalah salah satu tempat usaha pariwisata.
Tahun ini, Anugerah Adikarya Wisata 2019 digelar di Hotel JW Marriott. Sebanyak 155 nominasi dari 31 kategori bersaing dalam ajang penghargaan untuk para pelaku usaha dan pendukung usaha pariwisata di DKI Jakarta tersebut. Menurut Deputi Gubernur DKI Jakarta Dadang Sholihin, pemberian anugrah tersebut diharapkan dapat menjadi ikon atau standar mutu kepariwisataan di DKI Jakarta yang maju dan modern.
Jasa pariwisata nampaknya memegang peranan penting dalam perekonomian Ibu kota. Dari data yang masuk, jasa pariwisata menyumbang Rp 5,3 triliun pada 2018. Di daerah wilayah Indonesia pun terus dilakukan beberapa langkah dan upaya untuk bisa mengembangkan sektor pariwisata. Bahkan di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan. Dari pariwisata alam, karnafal, hingga pariwisata adat dan kebudayaan.
Terkhusus club dan diskotek, meskipun menghasilkan pemasukan yang besar bagi daerah namun seharusnya ada hal lain yang harus diperhatikan pemerintah. Aktifitas hiburan di club ataupun deskotek sudah diketahui semua sangat dekat dengan hal-hal yang tidak bermoral. Bukan hanya terkait dengan penyebaran narkoba, namun juga menjadi jalan banyak kemaksiatan.
Minuman keras pasti tersedia di sana, padahal jelas Allah SWT mengharamkan minum khomr dan sejenisnya. Karena minuman ini memabukkan, membuat hilangnya akal. Campur baur laki-laki dan perempuan dengan aurat yang terbuka juga dianggap biasa, padahal hal itu menjadi celah awal perbuatan zina. Bahkan, memang di sanalah tempat paling sering mengawali tindak prostitusi.
Alunan musik dan gemerlap hiburan malam cukup melenakan bagi manusia. Namun memang itu mungkin yang dicari mereka untuk berlari sejenak dari penatnya kehidupan dunia. Bahkan, alunan musik tersebut menjadi tempat yang nyaman bagi mereka yang mabuk baik karena minuman keras dan narkoba. Belum lagi tindak perjudian yang kerap ada juga di tempat rusak itu.
Semua kemaksiatan seolah mendapat surga di sana. Kerusakan tersebut bukanlah hal yang patut diremehkan, sebab banyak kerusakan susulan sesudahnya. Terjadinya dekadensi moral dan kerusakan generasi serta masyarakat pada umumnya patutlah diperhatikan.
Namun sayangnya di negara yang berlandas kapitalisme-sekuler bisnis kemaksiatan tersebut justru diberikan jalan. Alasannya karena mereka memiliki peran terhadap negara yakni menambah pemasukan keuangan negara. Asal perizinan nya sesuai dengan konstitusi maka tak jadi masalah. Asal miras berizin, prostitusi berizin dan tidak mengedarkan narkoba maka dilindungi oleh regulasi.
Selain itu, Deskotek dan club malam juga dianggap berjasa karena bisa membuka lapangan kerja, menambah devisa negara dari pajak atas izin operasi diskotek, izin miras, serta menarik wisatawan mancanegara.
Semua hal tersebut adalah hal yang dijamin oleh negara yang berlandas kapitalisme-sekuler. Dengan pengaturan tersebut mereka telah pernah melihat apakah hal tersebut halal atau haram, baik atau buruk. Standart nya adalah materi, yaitu keuntungan yang berlimpah.
Hal lain yang perlu dicatat. Seberapa besar nilai relegiusitas seorang pemimpin akan tak punya taring sedikitpun ketika dia memimpin di masyarakat yang dilandasi kapitalisme-sekuler. Sebab yang berlaku di masyarakat tetaplah regulasi atau aturan yang ada.
Siapapun pemimpinnya akhirnya juga tak bisa berbuat apa-apa untuk menghilangkan segala kemaksiatan yang ada. Maka konsep masyarakat bahkan negara dalam Islam harusnya ditopang oleh pemimpin yang amanah juga sistem yang berasal dari Aturan Allah SWT.
Dalam Islam, sumber pemasukan harta negara harus bersumber dari pos pemasukan yang halal. Tidak pernah boleh uang masuk dari hasil kemaksiatan meski jumlahnya yang banyak. Pengaturan keuangan negara dalam Baitul mal terbukti telah berhasil mensejahterakan masyarakat berabad-abad lamanya. Karena kunci keberkahan adalah ketakwaan dari masyarakat, yakni mereka yang berupaya melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (Terjemah QS Al A’raf: 96). Wallaahu a’lam bi ash shawab.
Disclaimer : Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.