Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

KASN Sebut Jual Beli Jabatan Masih Marak, Termasuk di DKI Jakarta

RN/CR | Sabtu, 27 Juli 2019
KASN Sebut Jual Beli Jabatan Masih Marak, Termasuk di DKI Jakarta
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi -Net
-

RADAR NONSTOP - Praktik jual beli jabatan dilingkungan pemerintahan masih tren. Salah satu provinsi yang dalam pengisian jabatannya terendus praktik jual-beli jabatan adalah Pemprov DKI Jakarta.

Begitu dikatakan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi mengungkapkan, sampai saat ini praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan masih ada. Praktik ini menjadi cacat atau mekanisme buruk dalam mengisi jabatan.

"Di tingkat provinsi 80 persen masih jual beli jabatan. Di tingkat kabupaten lebih parah lagi. JPT (jabatan pimpinan tinggi) itu 90 persen melalui jual-beli dan di tingkat administrasi dan manajemen menengah itu 95 persen berdasarkan jual beli," kata Sofian dalam acara diskusi di hotel Sultan, Jakarta, Jumat (26/7/2019).

BERITA TERKAIT :
Pramono Jangan Mau Dikibuli, Para Pemburu Jabatan Jago Klaim Dan Pasang Boneka
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?

Sofian memaparkan, salah satu provinsi yang dalam pengisian jabatannya terendus dengan cara jual-beli jabatan yakni Provinsi DKI Jakarta. Untuk mengisi jabatan kepala dinas, kata dia, dibutuhkan uang miliaran rupiah.

"Seperti tadi yang saya katakan, di DKI itu untuk kepala SKPD, kepala dinas, itu di atas Rp5-6 miliar. Dinas Kebersihan aja anggarannya Rp2,5 triliun dan dinas perhubungan Rp6-7 triliun anggarannya," ujarnya.

Menurut Sofian, APBD DKI memang sangat besar. Hal itulah yang membuat sejumlah orang rela merogoh kocek demi sebuah jabatan.

"Jangan lupa bahwa anggaran DKI itu adalah Rp87 triliun setahun. Jadi, sangat besar anggarannya. Mengeluarkan beberapa miliar untuk dia mendapat jabatan itu bukan sesuatu yang tidak mungkin di dalam DKI," imbuhnya.

Sofian mengatakan, jual beli jabatan itu terjadi karena ongkos politik di Indonesia memang terbilang mahal. Untuk menempati posisi bisa maju menjadi kepala daerah juga bukan perkara murah, sehingga para pejabat diduga memanfaatkan wewenangnya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan untuk kampanye.

"Akibat dari politik biaya tinggi, maka pejabat yang terpilih berusaha me-recover cost nya itu kan. Nah dia apa pun yang ada kewenangan pada dia dipakai untuk cari pengganti biaya itu," ujarnya.

Sofian mengaku memiliki data yang valid mengenai hal ini,  namun dia enggan mengungkapkannya ke publik dari mana sumber data jual beli jabatan tersebut.

#Pemprov   #DKI   #KSAN