RADAR NONSTOP - Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari) 98 mengingatkan partai politik agar santun dan tidak rakus jabatan. Jangan tekan Jokowi - Amin untuk memperoleh kursi menteri maupun jabatan lainnya.
Begitu dikatakan Ketua Presidium Jari 98 Willy Prakarsa kepada radarnonstop.co, Senin (22/7/2019). Ia mengatakan, kelakuan elit partai politik yang terus menerus melakukan penekanan agar mendapatkan jatah kursi menteri dan jabatan lainnya, selalu dipantau rakyat.
“Jadi parpol mesti hati - hati, saya khawatir, jika elit politik masih terus menerus mempertontonkan perebutan dan minta jatah kursi menteri ini dan itu, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat Indonesia kedepannya menjadi antipati terhadap parpol yang ada,” papar Willy.
BERITA TERKAIT :Menurut Willy, seharusnya elit partai memberi contoh dan suri tauladan yang baik kepada rakyat. Berebut kursi menteri dengan menghalalkan segala cara itu seperti barbar yang tidak tahu etika.
“Janganlah karena merasa sebagai pengusung dan pendukung Jokowi - Amin di Pilpres 2019 kemarin, lalu merasa sangat berhak atas kursi menteri dan jabatan lainya,” tegas Willy.
Elit parpol mestinya memikirkan bagaimana caranya menciptakan lapangan kerja, memikirkan cara bahan pokok stabil, BBM dan TDL (tarif dasar listrik turun serta penegakan supremasi hukum berdasarkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Kelakuan yang dipertontonkan saat ini jelas - jelas sangat memalukan. Berebut kekuasaan dan minta - minta kursi menteri kepada Presiden. Saya khawatir, sikap elit parpol hari ini akan menimbulkan kesenjangan sosial berakhir distigmatisasi serta street justice (pengadilan jalanan),” tutur Willy.
Jika hal tersebut terjadi, tambah Willy, jangan salahkan rakyat apabila tidak lagi mengindahkan norma - norma yang ada dalam UUD 1945 dan Pancasila. “Sebab sesungguhnya, pemegang kedaulatan yang sebenarnya di negeri ini adalah rakyat, bukan partai politik, camkan itu,” pungkas pentolan Jari 98 ini.
Sebelumnya, Jari’98 sudah mengusulkan kepada Presiden RI, agar dalam mencari pembantu - pembantunya yang akan duduk dalam kabinet dilakukan uji publik, sebagai tolak ukur dan melihat rekam jejak mereka melalui keterlibatan masyarakat secara luas.
“Bisa dilakukan melalui media sosial, agar nanti pembantu di kabinet tersebut bisa dan sinergis dalam bekerja,” ujar Willy.