RADAR NONSTOP - Ironis, pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Sumur Batu, Bantargebang Kota Bekasi terlihat ‘semrawut’ tidak seperti TPST Bantargebang milik Pemprov DKI Jakarta yang saat ini penataannya makin membaik.
Di bulan ini hujan tidak bisa diprediksi. Paska hujan kemarin, gunung sampah telah longsor, diduga lantaran hujan dan penambahan zona baru TPA Sumur Batu tidak berfungsi karena banjir, sehingga dapat diduga karena pembuangan air tidak maksimal.
Begitu curah hujan turun, banjir total sampai air tersebut masuk ke jalan TPA Sumur Batu, akibatnya mobil B 9716 TQO tergelincir.
“Saya melihat pengelolaan TPA Sumurbatu tidak profesional. Kondisi buruk tersebut sangat bertentangan dengan mandat UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sampah. Apalagi Kota Bekasi sudah memiliki Perda tentang Pengelolaan Sampah,” kata Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPN), dan Anggota Dewan Pengarah dan Pertimbangan Pengelolaan Sampah Nasional (DP3SN).
Dia mengatakan, sudah semestinya Walikota dan Ketua DPRD Kota Bekasi bertanggungjawab atas pengelolaan TPA yang ramah lingkungan hidup dan melindungi kesehatan masyarakat.
Berkaitan dengan pembangunan zona baru TPA Sumurbatu yang tampak tidak profesional, Bagong sangat menyayangkan karena kondisinya yang amburadul.
“Tampak tak normal, sangat membahayakan dan menambah beban pencemaran lingkungan. Leachate bercampur sampah mengalir langsung ke kali,” bebernya.
Menurut Bagong, proyek zona baru itu perlu dipertanyakan. “Kenapa kondisinya tidak normal dibiarkan saja apakah tidak ada pengawasan dan penegakan hukum, mestinya Walikota Bekasi segera turun tangan atas persoalan serius tersebut,” tandasnya.
Menurut Bagong, Walikota tidak bisa membiarkan kasus ini berlarut-larut karena akan menambah buruknya kualitas lingkungan di TPA dan sekitarnya.
“Kota Bekasi sebagai kota metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta dalam penerapan TPA nya harus mengikuti sistem sanitary landfill,” jelasnya.
Mestinya kata Bagong, pembangunan konstruksi zona baru harus mengkuti standar sanitary landfill, juga dalam operasionalnya. Maka perlu diperhatikan secara detail anatomi konstruksi sanitary landfill dalam konteks itu perlu diperhatikan management leachate-nya.
“Semua leachate disalurkan ke IPAS. Apakah zona baru ini pipa-pipa management leachate akan terhubung ke IPAS? Kedua, management gas-gas sampah. Konstruksi zona baru harus dipikirkan tentang pengelolaan gas-gas sampah. Karena kalau management leachate dan gas-sampah tidak dipersiapkan, maka ujung-ujungnya zona itu akan dioperasikan secara open-dumping, seperti yang terjadi selama ini di TPA Sumurbatu. Sebagai kota metropolitan dilarang TPAnya dikelola secara open-dumping,” imbuh Bagong Suyoto.