Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Dari Minyak ke Etanol, Isinya Tetap Konglomerat

M. RA | Rabu, 12 November 2025
 Dari Minyak ke Etanol, Isinya Tetap Konglomerat
Ilustrasi etanol
-

RN – Lagi-lagi muncul kabar manis dari pemerintah soal energi hijau. Kali ini etanol disebut-sebut sebagai penyelamat ekonomi rakyat. Katanya, industri ini bakal buka lapangan kerja, bikin petani sejahtera, dan kurangi impor energi. Kedengarannya indah, nyaris seperti pidato kampanye yang sudah digosok ulang dengan pewangi transisi energi berkeadilan.

Ekonom Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin, menilai industri etanol bisa jadi berkah baru bagi rakyat kecil.

“Banyak masyarakat mulai semangat lagi menanam tanaman penghasil etanol,” ujarnya dengan optimisme tinggi. Tentu saja, karena siapa yang nggak mau ikut proyek yang katanya bisa menyulap singkong jadi cuan?

BERITA TERKAIT :
1.840 Pejabat DKI Dilantik, Yang Dilantik Sumringah, Yang Percaya Calo Tepok Jidat

Tapi tunggu dulu. Dalam sejarah kebijakan energi kita, yang sering kenyang bukan rakyatnya, melainkan mereka yang sudah lama duduk di meja makan kekuasaan. Gunawan berharap pemerintah kali ini benar-benar melibatkan petani dan UMKM, bukan sekadar menjadikan mereka penonton di tepi ladang sambil nonton korporasi panen untung.

Lebih lanjut, Gunawan juga menyinggung soal pengurangan impor energi. Katanya, kalau porsi etanol diperbesar, anggaran negara bisa dialihkan ke hal yang lebih produktif. Tapi, publik mungkin bertanya-tanya, produktif untuk siapa? Apakah untuk petani yang kering keringatnya, atau pejabat yang sibuk memotong pita proyek baru?

Dari sisi lain, pakar kebijakan publik USU, Fredick Broven Ekayanta, juga menyerukan agar pemerintah memberi subsidi untuk masyarakat yang mau memproduksi etanol. Kedengarannya keren: rakyat diberdayakan. Tapi di negara yang ahli bikin program pro rakyat tapi hasilnya pro pejabat, wajar kalau publik menatap sarkastik dulu sebelum percaya.

Fredick juga memperingatkan agar jangan sampai proyek etanol jadi ajang baru bagi “raja-raja bisnis” yang sudah kenyang dari proyek energi sebelumnya.

 “Kalau ujung-ujungnya dikuasai pengusaha besar lagi, ya kita cuma ganti kostum dari minyak ke etanol, tapi ceritanya tetap sama,” ujarnya mengkritik.

Dan begitulah, di tengah semangat transisi energi dan jargon kemandirian nasional, industri etanol kini jadi semacam harapan sekaligus satire, katanya hijau, tapi jangan sampai malah jadi ‘hijau’ karena duitnya segar di rekening segelintir orang.