RN - Klaim beberapa anggota DPRD DKI Jakarta bersih dan tidak main duit suap ternyata tidak benar. Politisi Kebon Sirih itu ternyata minta duit ke BUMD pakai kode.
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2018-2019 mengungkap dugaan aliran uang ke Kebon Sirih. DPRD menggunakan kode Pasal dalam setiap rapat komisi.
Hal itu diketahui dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mantan Senior Manajer Divisi Usaha PPSJ Indra Sukmono Arharrys yang dibacakan tim jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/7).
BERITA TERKAIT :Indra dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Yoory Corneles Pinontoan selaku Direktur Utama PPSJ periode 2016-2021.
"Ini di BAP saksi ya, nomor 21. Mohon izin Yang Mulia, kami bacakan ya, ini jawaban saksi ya: 'Dapat saya jelaskan bahwa uang Pasal 21, Pasal 11 dan Pasal 16 adalah istilah-istilah untuk uang-uang yang disiapkan oleh Sarana Jaya atau BUMD lainnya'," ujar jaksa membacakan BAP tersebut.
"Betul bapak," jawab Indra.
"Berarti bukan hanya Sarana Jaya, BUMD lain sudah paham?" tanya jaksa mendalami.
"Iya," timpal Indra.
"Dalam setiap rapat-rapat dengan anggota DPRD DKI yang nilainya Rp21 juta itulah Pasal 21, Rp16 juta Pasal 16, dan Rp19 juta yang diperuntukkan bagi para anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta yang hadir rapat beserta personel sekretariat komisi DPRD penyelenggara rapat. Penyerahan uang-uang tersebut biasanya dibawa oleh Asep Firdaus atau saudara Faruk', anggota saksi tadi yang chat-chat WA tadi ya, 'dan diserahkan atau dikumpulkan kepada Safrudin alias Udin ya pak, Pak Udin ya, staf Komisi C bila ada rapat dengan komisi C atau diserahkan dengan PNS atau staf komisi B sehingga pemberian uang ini selalu ada setiap rapat dengan anggota DPRD," ucap jaksa.
"Apabila belum menyerahkan, maka Safrudin atau staf sekretariat komisi B akan menagih ke Sarana Jaya melalui Asep Firdaus atau Faruk. Uang-uang ini sudah ada sejak dulu, sejak saya menjadi staf Sarana Jaya, dahulu nilainya Rp10 juta setiap rapat, sekarang nilainya Rp21 juta'. Betul ini keterangan saksi ya?" tambah jaksa.
"Betul bapak," jawab Indra.
Jaksa lantas membacakan BAP Indra nomor 33 yang menjelaskan jika Yoory menyerahkan uang dalam amplop cokelat ke anggota DPRD DKI Jakarta bernama Ruslan, disebut sering mengajukan pertanyaan pada saat rapat komisi. Uang tersebut diserahkan di ruang tamu VIP Sarana Jaya.
"Di ruangan tamu VIP Sarana Jaya oleh Pak Yoory amplop itu diserahkan kepada Pak Ruslan, anggota DPRD DKI rambutnya putih, kurus, sering mengajukan pertanyaan di rapat komisi yang saat itu saya memang sedang mendampingi pak Yoory di ruangan tersebut," ucap jaksa lagi membacakan BAP Indra.
Amplop berisi uang tersebut bukan bagian dari CSR melainkan pemberian yang biasa dikasih Yorry kepada tamu-tamunya. Indra mengaku beberapa kali diminta Yoory untuk mengambil uang di ruang kerja Sri Lestari.
"Namun, yang saya ingat dan saya lihat, pak Yoory memberikan kepada pak Ruslan itu hanya saat itu saja'," lanjut jaksa masih mengacu pada BAP Indra.
Jaksa kemudian mendalami tujuan pemberian uang dalam setiap rapat di DPRD DKI Jakarta tersebut. Indra menjelaskan praktik tersebut sudah ada sejak ia menjadi staf di PPSJ.
"Saksi Yadi kemarin sudah jujur, sudah mengakui adanya ya, terkait dengan proses yang istilahnya Pasal 21 ini. Ini kepentingannya untuk apa?" tanya jaksa.
"Yang tadi kami jelaskan di BAP pak, memang itu semenjak saya staf sudah ada itu pak di DPRD setiap mau rapat. Kepentingannya buat apa, sebenarnya saya enggak tahu, untuk kepentingan rapat mereka mungkin pak," terang Indra.
Kemudian, jaksa menanyakan tujuan Yoory memberi amplop berisi uang kepada Ruslan di kantor PPSJ. Indra mengatakan hal itu diberikan agar Ruslan tidak kritis saat rapat.
"Ya, kita kasih uang, tadi ada yang kritis suka tanya-tanya kita kasih uang, tujuannya supaya apa maksudnya saksi itu? Supaya apa?" tanya jaksa.
"Ya biar enggak kencang saja sih pak dalam rapat," jawab Indra.
"Apakah ini juga salah satu bagian supaya PMD (Penyertaan Modal Daerah) cair?" lanjut jaksa.
"Itu saya enggak tahu pak, karena yang tadi untuk Pasal 21 itu biasanya setiap rapat pak kita dimintakan," jawab Indra.
"Kalau untuk PMD apakah ada yang berbeda rate-nya?" tanya jaksa lagi.
"Saya tidak tahu," jawab Indra.