RN - Bos KPK dinilai cuci tangan. Hal ini ditegaskan Mantan penyidik KPK sekaligus Ketua IM57+Institute, M Praswad Nugraha.
Dia mengkritik pimpinan KPK yang seolah menyalahkan tim penyelidik terkait proses tangkap tangan dugaan korupsi di Basarnas. Dia meminta pemimpin KPK tidak cuci tangan.
"Pimpinan KPK tidak boleh cuci tangan seolah-olah ini adalah pekerjaan tim penyelidik semata. Karena seluruh alat bukti wajib dilaporkan kepada pimpinan KPK dalam mekanisme ekspose perkara bersama antara penyelidik, penyidik, penuntut, dan pimpinan KPK," kata Praswad kepada wartawan, Jumat (28/7/2023).
BERITA TERKAIT :Dia mengatakan mekanisme pengusutan kasus di KPK telah diatur dalam UU KPK Pasal 39 ayat 2. Aturan itu menyebutkan tiap kegiatan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan KPK dilakukan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan atas nama pemimpin KPK.
Praswad mengatakan para penyelidik KPK akan melaporkan kepada pemimpin KPK setelah menemukan dua alat bukti. Berdasarkan bukti itu, pemimpin KPK lalu melakukan gelar perkara untuk menentukan pihak yang menjadi tersangka.
"Penetapan tersangka sepenuhnya adalah kewenangan pimpinan KPK, bukan kewenangan penyelidik atau penyidik KPK," ujar Praswad.
"Kesalahan atau ketidakcermatan pimpinan KPK tidak boleh terjadi di dalam proses pro justisia (penanganan perkara) karena masuk di dalam penyalahgunaan kewenangan dan termasuk dalam perbuatan pidana," tambahnya.
Praswad menyebutkan pemimpin KPK menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam kekeliruan dari OTT hingga penetapan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka di kasus dugaan suap di Basarnas.
"Pimpinan KPK harus bertanggung jawab penuh atas segala proses operasi tangkap tangan dan penanganan perkara, baik secara etik maupun pidana," tutur Praswad.
KPK mengakui ada kekeliruan terkait proses hukum dugaan korupsi Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfian (HA) dan Korsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC). KPK pun menyampaikan permohonan maaf.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwa sanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK. Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada empat lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK, Jumat (28/7).