RN - Sidang pidana dugaan penggelapan bahan bakar minyak (BBM) dengan 17 orang terdakwa dari karyawan PT Meratus Line dan PT Bahana Line kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya dengan menghadirkan sejumlah saksi.
Di kesempatan itu, Ketua Majelis Hakim Sutrisno beberapa kali menberikan peringatan pada saksi Slamet agar tidak melebarkan keterangannya ke ranah perdata.
“Ini kan urusan antar oknum karyawan dan proses antar perusahaan kan tidak ada masalah. Jadi fokus pada dakwaan jangan melebar. Jangan juga masuk ke ranah perdata.” tegasnya memperingatkan saksi Slamet.
BERITA TERKAIT :Diakhir persidangan, Ketua Majelis Hakim Sutrisno meminta tanggapan para terdakwa atas keterangan para saksi. Menanggapi beberapa bantahan terdakwa, Hakim Sutrisno juga meminta pada para terdakwa agar menuangkannya dalam nota pembelaan nantinya.
Sementara itu terdakwa Edi Setyawan yang dituduh sebagai otak dari pencurian BBM ini membantah semua keterangan bosnya itu. Ia menyebut tidak ada satu pun keterangan dari bosnya itu yang benar. "Salah semua yang mulia,” ujar Edi.
Sedangkan terdakwa Erwinsyah, karyawan PT Meratus Line, menyatakan selama ini telah mengalami tekanan dari perusahaan untuk membuat surat pernyataan. Tekanan itu, dilakukan perusahaan dengan menghadirkan pihak lain seperti oknum polisi dan oknum TNI.
"Kami diminta untuk membuat surat pernyataan dibawah tekanan. Kenapa saya ngomong demikian, karena waktu kami disuruh membuat surat pernyataan, ada personel polisi dan TNI yang memperkenalkan diri secara jelas mengatakan kalau Pocket adalah sisa bahan bakar yang ada di kapal Meratus. Jadi statusnya sisa bahan bakar," ujar Erwinsyah.
Sementara saksi Dirut PT Meratus Line Slamet Raharjo, menerangkan soal perkara yang menjerat beberapa karyawannya itu. Mengatakan, bahwa modus yang digunakan anak buahnya bekerjasama dengan anak buah PT Bahana Line. Bahwa otak dari pencurian BBM itu adalah karyawan outsourching PT Meratus Line bernama Edi Setyawan. Edi bahkan ditudingnya telah menerima sejumlah uang dari karyawan PT Bahana Line.
Dikatakan Edi Setyawan (terdakwa) terima Rp 500 juta perbulan dari karyawan PT.Bahana Line. Transaksi ini terjadi sejak 2015 namun, diketahui pada tahun 2022. Pengakuan Edi Setyawan mengatakan, Rp 600 Juta tapi pada Januari mereka (para terdakwa) sudah terima Rp 500 Juta hingga 3 kali dan yang mengambil Edi Setyawan sendiri maka kita berani laporkan ke polisi.
Dalam keterangannya, Slamet beberapa kali terlihat emosinal dengan menyebut keterlibatan PT Bahana Line secara institusional dalam kasus dugaan penggelapan BBM ini.
Dirinya mengakui jika pihaknya merasa kecolongan. Dan menyebutnya sebagai miss dalam manajemennya. “Itu miss kami di Manajemen, ” kilahnya.
Pernyataan Slamet untuk menjawab pertanyan pengacara terdakwa GPS terkait status karyawan Meratus, terdakwa Edi Setyawan yang disebutkan sopir dan outsourching tetapi bisa memiliki kewenangan melebihi pegawai organik dan atasannya sendiri.
Di sisi lain, Saksi Auditor Internal PTMeratus Line, Feni mengatakan, berdasarkan audit internal, pihaknya menemukan kerugian atas kasus dugaan penggelapan BBM itu sebesar Rp 500 miliar terhitung sejak 2015. Ia juga mengaku, dasar audit yang dilakukan adalah dari keterangan atau pengakuan para terdakwa yang kemudian diasumsikan olehnya.
Pihaknya juga melakukan audit untuk kedua kalinya dan ditambahkan lagi adanya audit eksternal. Uniknya, ia mengakui terdapat perbedaan atau selisih dari kedua hasil audit tersebut. Hasil audit internal kedua menemukan dugaan kerugian sebesar Rp 94 miliar dan hasil audit eksternal hanya menemukan kerugian sebesar Rp 93 sekian miliar.
Dalam kesaksian itu, juga sempat terjadi perbedaan keterangan antara saksi Slamet dengan saksi Fani. Fani menjelaskan bahwa Pocket di Kapal Meratus disebutkan digelapkan dan dijual oleh oknum karyawan, sementara Slamet mengaku kalau yang dijual itu BBM dari vendor yang dibelokkan.
Sedangkan salah satu pengacara para terdakwa, Gede Pasek Suardika menegaskan bahwa pihaknya meragukan hasil audit yang dilakukan Auditor Internal PTMeratus Line, Feni. Apalagi, dalam ketiga audit tersebut ditemukan ketidak cocokan hasil kerugian yang dimaksud.
Internal audit di awal menyebutkan Rp 500 miliar tetapi banyak berbasis asumsi, lalu ada audit lagi ditemukan Rp 94 miliar lebih tetapi perhitungan eksternal audit disebutkan Rp 93 miliar. Ada perbedaan yang jauh itu membuat hasil audit diragukan.
GPS juga mempertanyakan pernyataan Dirut Meratus soal status karyawan Meratus, terdakwa Edi Setyawan yang disebutkan sopir dan outsourching tetapi bisa memiliki kewenangan melebihi pegawai organik dan atasannya sendiri.
Secara rinci GPS juga memastikan apakah selama kurun waktu 2015 sampai 2021 hubungan kerja dengan Bahana tidak pernah ada masalah. "Tidak pernah ada masalah semua dokumen komplit sesuai perjanjian dan ditandatangani kedua belah pihak," kata Gede Pasek.