RN - Aksi bocah menendang nenek-nenek di Tapanuli Selatan (Tapsel) menjadi bukti rasa empati dikalangan pelajar yang mulai luntur.
Harus ada solusi dalam melakukan edukasi soal adab kepada para pelajar. Sebab aksi kekerasan terjadi biasanya pengaruh dari lingkungan.
Bisa lingkungan sekolah, keluarga atau tempat si bocah nongkrong.
BERITA TERKAIT :Komisioner KPAI Retno Listyarti menilai adanya soal pembentukan karakter anak yang gagal.
Retno merasa prihatin atas kekerasan terhadap nenek yang diduga merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Menurutnya, kekerasan tidak dibenarkan dengan alasan apa pun dan kepada siapa pun.
"Kekerasan dalam bentuk apa pun tidak boleh dilakukan oleh siapa pun dengan dalih apa pun. Apalagi mirisnya, alasan melakukan kekerasan hanya iseng," ucap Retno dalam keterangannya, Senin (21/11/2022).
Menurut Retno, anak yang melakukan kekerasan umumnya adalah korban kekerasan juga dalam lingkungan dia dibesarkan. Ada hal yang salah soal pola pengasuhan terhadap anak-anak tersebut.
"Bisa diduga kuat bahwa pengasuhan yang dilakukan keluarganya, bisa jadi adalah pengasuhan negatif yang menerapkan disiplin dengan kekerasan, sehingga terjadi peniruan," katanya.
"Biasanya luka batin yang dialami seorang anak akibat kekerasan yang dialaminya sangat mungkin dilampiaskan anak korban kepada orang lain di luar rumahnya yang dianggap lebih lemah dari dirinya, salah satunya seperti pada kasus ini, di mana anak pelaku begitu mudahnya menendang seorang nenek yang diduga ODGJ," ucapnya.
Retno menilai anak-anak tersebut tidak memperlihatkan adanya empati dan simpati terhadap nenek yang sudah renta dan mengalami gangguan jiwa. Hal itu menandakan anak gagal menerima pendidikan.
"Berarti, pendidikan yang diterima anak-anak tersebut gagal membentuk karakter Pancasila yang mengajarkan nilai welas asih kepada sesama dan peduli kepada orang-orang yang menderita atau yang diperlakukan tidak adil," ucapnya.
KPAI mendorong sekolah dan dinas pendidikan memberi sanksi yang bersifat edukatif dan mengedepankan kepentingan anak.
"Anak-anak tersebut dapat dirujuk untuk kerja sosial di panti jompo misalnya setiap akhir pekan selama 4-5 jam (karena Senin-Jumat anak-anak tersebut harus sekolah), agar mereka belajar menyayangi orang-orang yang sudah tua dan belajar menyadari bahwa para orang tua mereka dan mereka sendiri suatu saat juga akan jadi nenek/kakek dan butuh dilindungi dan disayangi, bukan dipukuli," katanya.
"Para orang tua juga harus memperbaiki pola pengasuhan agar lebih positif dan penuh kasih sayang serta perhatian," pinta Retno.
Bisa Dihukum
Menko Polhukam Mahfud Md sebelumnya mengatakan perbuatan sekelompok pelajar yang menendang nenek di Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara merupakan tindakan biadab dan brutal. Mahfud mengatakan para pelajar yang belum dewasa tetap dapat dihukum.
Mahfud menjelaskan pelaku yang belum dewasa bisa dikenai hukuman setengah dari ancaman hukuman normal. Menurutnya, tindakan pelajar yang menendang nenek tersebut adalah biadab.
"Anak-anak itu sangat biadab, masak nenek renta begitu diejek dan ditendang secara brutal. Untuk anak yang belum dewasa secara pidana, ancaman hukumannya adalah setengah dari ancaman hukuman normal," kata Mahfud, Minggu (20/11/2022).
Mahfud menyampaikan adakalanya memberikan hukuman merupakan bagian dari pendidikan. Mahfud melihat kelakuan para pelajar itu sudah menggejala sehingga perlu ada tindakan tegas agar tidak ditiru oleh anak-anak lainnya.
"Kita memang harus mendidik, tak harus selalu menghukum. Tetapi adakalanya juga menghukum itu merupakan bagian dari pendidikan. Lebih-lebih kelakuan seperti ini sudah menggejala sehingga harus ada contoh tindakan tegas agar anak-anak lain menghentikan dan tidak berani melakukan hal yang sama," imbuhnya.
Lebih lanjut, Mahfud lalu mengapresiasi kepolisian yang menangkap pelajar penendang nenek tersebut. Mahfud meminta para pelajar dihukum.
"Saya apresiasi Polres yang sigap bertindak begitu peristiwa itu dilambungkan lewat viral di medsos. Selanjutnya harus ada tindakan tegas secara hukum," kata Mahfud.