RN - Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani meradang. Dia mengecam kritik yang belum pernah terjadi sebelumnya terkait Piala Dunia.
Ia mengecam standar ganda terus diarahkan ke Qatar dari dunia luar sebelum turnamen. Kabar beredar jika isu LGBT dan HAM terus mencuat maka status sebagai tuan rumah bisa dicabut.
Qatar menghabiskan puluhan miliar dolar AS untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia pertama di tanah Arab. Namun mereka menghadapi serangan bertubi-tubi terkait catatan negatif hak asasi manusia. Qatar mengeklaim banyak motif tersembunyi dibalik serangan bertubi-tubi.
BERITA TERKAIT :"Sejak kami memenangkan kehormatan menjadi tuan rumah Piala Dunia, Qatar telah menjadi sasaran kampanye yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak pernah dihadapi oleh negara tuan rumah," katanya dalam pidato di dewan legislatif negara itu, dilansir dari Sports.ndtv, Selasa (25/10/2022).
Isu LGBT, perlakuan diskriminasi terhadap pekerja asing dan hak-hak perempuan menjadi sasaran empuk untuk menyerang Qatar sejak mereka terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia pada 2010.
Pekan ini pemerintah Qatar dengan marah menolak laporan kelompok Human Rights Watch yang mengatakan polisi telah menahan dan melecehkan kelompok LGBT secara sewenang-wenang jelang Piala Dunia.
Emir Qatar pada awalnya bisa menerima komentar negatif yang datang memandang sebagai kritik positif. Dengan komentar itu Emir Qatar melihat itu sebagai jalan yang perlu dikembangkan.
"Tetapi segera menjadi jelas bagi kami bahwa kampanye terus berlanjut, meluas dan mencakup fabrikasi dan standar ganda, hingga mencapai jumlah keganasan yang membuat banyak orang bertanya-tanya, sayangnya, tentang alasan dan motif sebenarnya di balik kampanye ini. Ujian hebat untuk Qatar " ujarnya.
Emir Qatar mengatakan, Piala Dunia adalah kesempatan menunjukkan siapa Qatar itu kepada dunia baik secara ekonomi, institusi maupun identitas peradaban.
"Ini adalah ujian besar bagi negara sebesar Qatar yang mengesankan seluruh dunia dengan apa yang telah dicapainya," ia menambahkan.
Homoseksual adalah ilegal di Qatar. Hak perempuan dibatasi oleh undang-undang. Hal tersebut membuat banyak peserta Piala Dunia khawatir mendapatkan hukuman.
Kelompok hak asasi manusia HRW dan Amnesty International bersikeras bahwa Qatar dan FIFA harus berbuat lebih banyak untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang meninggal atau cedera saat melaksanakan proyek Piala Dunia. FIFA dikabarkan menyiapkan dana kompensasi 440 juta dolar untuk masalah tersebut.