RADAR NONSTOP- Upaya ratusan warga ahli waris dari tanah pasini (adat) perkebunan Masawoukow Kayuwatu, Kairagi Dua, Manado, Sulawesi Utara untuk mendapatkan kembali hak atas kepemilikan lahan terus dilakukan.
Pasalnya, mereka menduga ada kejahatan berjamaah yang dilakukan penyelengara negara (penguasa) setempat dengan pengusaha untuk melegitimasi tanah milik warga menjadi milik mereka
Tokoh muda masyarakat adat Minahasa Sullawesi Utara (Sulut), Stephen Liow dan Max Togas.SH mengungkapkan, hampir sekitar 200 Kepala Keluarga ahli waris dari tanah pasini (adat) perkebunan Masawoukow yang lahannya dirampas Penguasa dan dialihkan menjadi milik PT Wenang Permai Sentosa (WPS).
BERITA TERKAIT :Max menduga ada tindakan korupsi dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Pakai No. 1 dan No.2 yang dilakukan penyelengara negara tersebut.
“Kami menduga adanya tindak pidana korupsi berjamaah yang dilakukan penguasa dan pengusaha demi untuk kepentingan sendiri, kami sudah melapor dan akan kami kawal sampai tuntas,” katanya Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/12).
Sementara Stephen menjelaskan, pada awalnya kasus tersebut merupakan kasus perdata. Namun ketika pihaknya melakukan pendalaman dan berdasarkan data keterangan dan bukti yang dikumpulkan, di duga adanya tindak pidana korupsi dilakukan oleh penyelenggara negara (Penguasa) yang melibatkan Pengusaha dalam proses peralihan kepemilikan tanah pada lokasi tersebut.
Sejak awal sekitar 1960, kata Stephen, terjadi kesalahan pada lokasi tanah perkebunan tersebut yang pada 1980 an dan 1990 an diterbitkan sertifikat Hak Pakai No 1 dan 2 seluas kurang lebih 54 Hektare atas nama Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Sertifikat Hak Guna Bangunan No.753 seluas 97 Hektare atas nama PT WPS. Padahal tanah perkebunan milik petani di desa Kayuwatu saat itu hanya dipinjam pakai oleh Penguasa dalam rangka perluasan perkebunan percontohan Kelapa.
Anehnya lagi saat ini pada lokasi tanah tersebut berdiri bangunan megah sebagai Sekertariat Terumbu Karang International (Coral Triangle International) yang merupakan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa dimana pada t2009 dikucurkan bantuan Dana sejumlah Rp 47 Milyar untuk Pemerintah Sulawesi Utara dimana notabene tanahnya milik pengusaha swasta atas nama PT WPS.
“Jelas sekali adanya kong kali kong antara Penguasa dan Pengusaha. Adanya penyalahgunaan wewenang oleh penguasa sebagai penyelenggara negara saat itu sehingga PT WPS dengan leluasa memperluas usaha bisnisnya di atas lahan tanah milik aslinya adalah masyarakat miskin yang mayoritas hidupnya sebagai petani,” ungkapnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Ahli Waris Ruland Siwi menyatakan bahwa saat ini semua bukti dan keterangan dari saksi-saksi sudah siap dan hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melanjutkan perkara tindak pidana korupsi tersebut.
“Kami yakin mereka (Penguasa dan Pengusaha) akan bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang merka lakukan. Menyelasaikan hak ahliwaris atas lahan perkebunan milik mereka dan memperbaiki semua administrasi sehingga tidak merugikan keuangan Negara,” tegasnya