RN - Para rektor dan pimpinan organisasi alumni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) risau lantaran klausul LPTK sama sekali tidak hadir dalam draft RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2022. Mereka khawatir terhadap nasib masa depan generasi muda di Indonesia.
"Seharusnya di dalam RUU Sisdiknas itu mencantumkan pasal tentang LPTK. Karena dengan dicantumkan LPTK di dalam UU Sisdiknas, maka proses-proses selanjutnya di dalam penjelasan undang-undang maupun di dalam PP (peraturan pemerintah) sampai dengan peraturan menterinya akan mengacu pada UU ini," kata Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) Enggartiasto Lukita di Kelapa Gading, Jakarta,Selasa (19/7/2022).
Sebelumnya, selaku ketua IKA UPI, dia memimpin pertemuan forum sarasehan yang diikuti sejumlah rektor dan pimpinan organisasi alumni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
BERITA TERKAIT :"Kita berharap semua masukan dari sarasehan ini bisa dipertimbangkan pada masa sidang terdekat, Agustus, karena sekarang masih reses," tutur politisi nasional ini.
Sarasehan diikuti 12 rektor eks Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) anggota Asosiasi LPTK Negeri Indonesia (ALPTKNI) dan 12 pimpinan organisasi alumni LPTK Negeri se-Indonesia. Enggar memberikan keterangan pers didampingi Rektor UPI Solehudin, Rektor Unimed Syamsul Gultom, Rektor Undiksha I Nyoman Jampel, Warek I Unnes Zaenuri, Ketua Umum IKA UNJ Juri Ardiantoro, dan Ketua Umum IKA Suyanto.
Menurut Enggar, nasib pendidikan guru ke depan akan sangat mengkhawatirkan jika tak dicantumkan klausul LPTK dalam revisi UU Sisdiknas. Sebab, LPTK merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non-kependidikan.
"Kita menyadari betul bahwa negara kepulauan yang sebesar ini, mengatur satu sistem pendidikan bukan hal yang mudah. Kita menyadari bahwa diperlukan kehadiran LPTK yang akan memproduksi guru, yang memenuhi harapan dan persyaratan agar anak-anak generasi muda, anak-anak didik kita siap masuk di dalam jenjanf berikutnya," ucap Enggar.
Dari pengalaman pribadinya, ia mengakui tidak mudah menjadi guru. "Saya sampai sekarang belum bisa diterima oleh pak rektor untuk menjadi pengajar, karena harus menjalani satu proses guru, kata Pak Rektor, yang saya harus menerima ini sebagai contoh," jelasnya.
Pihaknya percaya UU Sisdiknas sudah dipersiapkan dengan baik, hanya perlu penyempurnaan. “Nanti pada saatnya kami juga akan secara resmi menyampaikan kepada pemerintah hasil kajian kami, dan juga kepada mitra pemerintah dalam bidang pendidikan, yaitu Komisi X," ujarnya.
Lebih lanjut, Enggar menyoroti menjamurnya LTPK. Untuk itu, Enggar juga berharap pemerintah melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap mutu LPTK yang ada. Menurutnya, izin pendirian LPTK harus jelas diatur dalam UU Sisdiknas, sehingga kualitas pendidikan di masa mendatang dikelola dengan baik dan sesuai dengan tuntutan zaman.
Enggar menjelaskan, LPTK memiliki tugas dan tanggung jawab menghasilkan guru yang berkualitas sehingga masa depan pendidikan dan generasi muda lebih terjamin keunggulannya sesuai dikehendaki Presiden Jokowi, yakni fokus pembangunan manusia. Selain itu, Presiden juga berharap agar pendidikan bisa melahirkan sumber daya manusia (SDM) menjadi entrepreneur dan tenaga profesional siap pakai.
"Kalau kita bisa mendapatkan guru yang baik. Guru yang baik harus melalui suatu proses prosedur pendidikan yang ada yaitu melalui LPTK sebagai produsen dari guru. Ini kami titipkan, kami berharap betul kepada pemerintah dan DPR RI," kata mantan Menteri Perdagangan 2016-2019 itu.
Rekomendasi Sarasehan
Sarasehan menghasilkan sejumlah keputusan dan rekomendasi. Pertama, perubahan UU Sisdiknas sangat perlu dikaji lebih mendalam dan komprehensif. Pemerintah sebaiknya fokus pada prioritas pemulihan pembelajaran yang terkait pada berbagai masalah sosial-ekonomi seperti kesehatan mental, ketertinggalan literasi, kemampuan guru merespons perkembangan, dan pengembangan Peta Jalan Pendidikan.
Kedua, ketergesaan dalam merancang UU Sisdiknas tidak akan menghasilkan produk UU Sisdiknas yang visioner dan membawa kemajuan bagi pendidikan nasional.
Ketiga, Kemendikbud Ristek perlu membentuk Panitia Kerja Nasional RUU Sisdiknas yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendesain Peta Jalan Pendidikan Nasional.
Keempat, mendesak pemerintah mewujudkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di LPTK untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan calon guru. Kurikulum pendidikan guru pada LPTK harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Kelima, mendesak pemerintah memasukkan keberadaan LPTK sebagai klausul dalam RUU Sisdiknas. Hal ini diperlukan karena LPTK merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non-kependidikan.