Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
Prabowo-Ganjar Anjlok

Survei Naik Terus, Anies Harus Waspada Framing Negatif 

NS/RN | Senin, 27 Juni 2022
Survei Naik Terus, Anies Harus Waspada Framing Negatif 
-

RN - Nama Anies Baswedan naik lagi. Kali ini survei menunjukan kalau Anies berhasil mengalahkan Prabowo dan Ganjar Pranowo. 

Temuan survei Polmatrix Indonesia menunjukkan Anies berhasil rebound dan terus naik hingga unggul dalam bursa calon presiden.

Dengan elektabilitas mencapai 20,8 persen, Anies mengungguli dua tokoh yang sebelumnya merajai peringkat pertama dan kedua. Prabowo Subianto kini menempati urutan kedua dengan elektabilitas 19,3 persen, disusul Ganjar Pranowo sebesar 18,8 persen.

BERITA TERKAIT :
Meski Kecewa Mahfud Terima Keputusan MK
Ogah Berandai-Andai Jadi Menteri Lagi, Sandi Tau Malu Juga Ya?

Jika dibandingkan dengan survei pada Maret 2022, nama-nama yang menguasai enam besar capres mengalami penurunan elektabilitas, kecuali Anies. Bisa dikatakan, Anies memperoleh limpahan dukungan dari pemilih capres-capres potensial yang bakal berlaga pada Pilpres 2024.

“Berkat limpahan pemilih, elektabilitas Anies berhasil mengungguli baik Prabowo maupun Ganjar dalam bursa capres,” ungkap Direktur Eksekutif Polmatrix Indonesia Dendik Rulianto, Minggu (26/6/2022).

Menurut Dendik, melejitnya nama Anies tidak lepas dari dukungan yang diberikan sejumlah partai politik untuk mengusung sebagai capres. Misalnya, gelaran rakernas Nasdem yang memunculkan nama Anies di antara sejumlah nama yang diusulkan dari daerah-daerah.

Partai-partai yang lain pun menunjukkan arah dukungan terhadap Anies, seperti PKS, PPP, dan PAN. Menguatnya Anies juga membuka kemungkinan terbentuknya poros koalisi yang diinisiasi Nasdem, di luar poros PDIP maupun Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

Ganjar yang masih harus berjuang untuk bisa mendapatkan tiket capres dari internal PDIP cenderung mengalami stagnasi dalam setahunan terakhir. Demikian pula dengan Prabowo yang elektabilitasnya relatif stabil, belum ada tanda-tanda kenaikan secara signifikan.

Sementara itu pada klaster di bawah tiga besar, dua nama cenderung turun elektabilitasnya dalam setahun terakhir, yaitu Ridwan Kamil (6,8 persen) dan Sandiaga Uno (5,5 persen), disusul oleh Agus Harimurti Yudhoyono yang relatif stabil (4,3 persen).

“Anies kini berkembang menjadi figur alternatif kepemimpinan nasional, dengan mengalirnya dukungan dari pemilih moderat,” jelas Dendik. Anies tampak berusaha untuk meninggalkan citra sebagai bapak politik identitas yang kental disandang sejak Pilkada DKI Jakarta pada 2017.

Jika strategi tersebut makin digencarkan oleh Anies dan pendukungnya, bukan tidak mungkin Anies menjadi magnet bagi partai-partai politik untuk memberikan tiket capres. “Partai-partai tersebut berharap bisa mendapatkan coattail effect dengan mencapreskan Anies,” lanjut Dendik.

Nama-nama berikutnya dalam bursa capres adalah Erick Thohir (4,1 persen), Khofifah Indar Parawansa (2,7 persen), dan Tri Rismaharini (2,4 persen). Lalu Puan Maharani (1,8 persen), Airlangga Hartarto (1,3 persen), dan Andika Perkasa (1,2 persen).

Selain itu ada Mahfud MD (1,1 persen) dan Susi Pudjiastuti (1,0 persen). Nama-nama lainnya memiliki elektabilitas di bawah 1 persen, dan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 8,4 persen.

Survei Polmatrix Indonesia dilakukan pada 16-21 Juni 2022 kepada 2.000 responden mewakili 34 provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling (acak bertingkat) dengan margin of error survei sebesar ±2,2 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen. 

Kampanye Hitam

Kampanye hitam terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan semakin gencar dilakukan pihak tertentu. Upaya mengaitkan Anies dengan organisasi terlarang juga dirancang untuk menjatuhkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu. 

Seperti adanya deklarasi Majelis Sang Presiden yang mengaku sebagai eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), hingga mantan napi terorisme (napiter) mendukung Anies.

Analis politik dari Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Reza Hariyadi menganggap, pola stigmatisasi, framing, hingga mobilisasi politik identitas menjadi modus dalam komodifikasi politik identitas yang diarahkan kepada Anies. 

Targetnya adalah untuk mendistorsi opini publik dan memberikan label negatif pada figur yang disasar. 

“Ini tampak seperti komodifikasi politik identitas, siapa saja bisa disasar, dan Anies Baswedan sebagai figur capres bisa jadi target potensial. Mungkin motifnya untuk mencederai citranya di mata publik, ujar Reza kepada wartawan di Jakarta Pusat, Minggu (25/6).

Mantan aktivis GMNI itu mensinyalir, aksi dukungan mobilisasi politik untuk Anies itu tidak genuine. Reza menyebut, aksi politik tersebut digelar secara terpola, sistematis, dan sulit dipungkiri adanya desain politik tertentu.
 
Dia menduga, aksi tersebut ingin memberi impresi politik kepada publik seolah Anies dekat dengan kelompok yang dianggap radikal maupun intoleran. “Ini bisa dimainkan oleh lawan politik untuk menyudutkan karena dicap Islam garis keras dan menjadi tantangan bagi Anies jika maju Pilpres 2024,” ujar Reza. 

Secara politik, stigma tersebut tidak menguntungkan Anies Baswedan sebagai salah satu calon presiden (capres). Anies yang belakangan semakin populer setelah masuk rekomendasi capres Partai Nasdem, memiliki elektabilitas tinggi untuk diusung pada Pilpres 2024. 

Adanya framing politik tersebut, menurut Reza, tentu membatasi ruang gerak Anies untuk meraih dukungan kelompok moderat dan nasionalis.

Framing politik identitas akan mereduksi demokrasi dan dapat  memecah belah anak bangsa menjelang Pilpres 2024. Pengalaman menunjukkan polarisasi politik berbasis politik identitas kondusif bagi konflik sosial dan memerlukan waktu panjang untuk recovery sosial.

“Anies perlu mempelopori politik bermartabat dan konsisten saja menjalankan program prorakyat memecahkan masalah-masalah faktual di Jakarta yang sudah dilakukan selama menjadi Gubernur DKI,” jelas Reza.

Untuk melawan balik stigmatisasi intoleran dan radikal, kata Reza, bisa dilakukan Anies yang sebenarnya punya modal besar. Anies lahir dan berpengalaman sebagai aktivis dari kampus yang dikenal sebagai corong moderasi di Indonesia yang dilahirkan Cak Nur (Nurcholish Madjid), yaitu Universitas Paramadina.