RADAR NONSTOP - Partai Gerindra dan PKS terancam deadlock (mengalami jalan buntu) dalam menentukan cawagub DKI. Mungkinkah muncul cawagub alternatif?
Pertanyaan itu pun langsung dijawab Ketua Tim Seleksi Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta, Syarif. "Sangat mungkin itu (nama cawagub DKI) alternatif," jawab Syarif saat Radar Nonstop melontarkan pertanyaan tentang cawagub DKI alternatif.
Diketahui, hingga kini, Partai Gerindra dan PKS belum sepakat menentukan cawagub DKI. Karena, PKS secara mendadak menolak fit and propertest (uji kelayakan dan kepatutan) cawagub DKI yang sebelumnya mereka setujui.
BERITA TERKAIT :Dan sebagaimana diketahui, PKS mengusulkan dua nama dalam fit and propertest cawagub DKI. Yaitu Ahmad Syaikhu (mantan bupati Bekasi) dan Agung Yulianto (sekretaris DPW PKS DKI).
"Update terakhir, mereka (PKS) tiba-tiba menolak fit and propertest dengan alasan ada nama Siti Zuhro (pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI) sebagai penguji. Mereka takut dua calonnya tidak lulus mungkin," ucapnya.
Ditemui di Kawasan Jakarta Timur, Minggu (25/11/2018), Syarif mengatakan, calon alternatif itu sangat dimungkinkan. "Kenapa tidak? Sangat mungkin itu. Misalnya ada nama Ahmad Heryawan (mantan gubernur Jawa Barat), lalu eks Dirjenkesbangpol Kemendagri, Mayjen TNI (Purn.) Achmad Tanribali Lamo, atau nama-nama lain lagi bisa saja itu. Jangan dua nama sajalah PKS mengajukannya," tukasnya.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta ini berujar, PKS seharusnya tidak perlu takut atau khawatir dengan penguji dari luar seperti Siti Zuhro. "Begini, Gerindra ini ingin mengawal instruksi Ketua Umum Pak Prabowo. Yakni mencari wagub DKI yang benar-benar paham dan mengetahui betul persoalan Jakarta. Maka dari itu, kita sepakat lakukan fit and propertest itu," tegasnya.
Hal itu, lanjut Syarif, supaya didapatkan wagub DKI yang benar-benar kredibel, teruji, paham seluk-beluk persoalan Jakarta dan bisa membantu gubernur dalam berkoordinasi dengan segala lini/institusi. "Nanti kalau sembarangan, pertanggung jawaban Gerindra kepada konstituen dan masyarakat Jakarta bagaimana kalau ada apa-apa?" paparnya.
Sementara itu, figur Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut-sebut akan menjadi "kuda hitam". Syarif sendiri menyebut sosok Mayjen TNI (Purn.) Achmad Tanribali Lamo yang merupakan mantan direktur jenderal kesatuan bangsa dan politik kementerian dalam negeri (dirjen kesbangpol kemendagri) akan jadi "kuda hitam". "Beliau salah satu calon alternatif yang bisa jadi 'kuda hitam'," sebut Syarif saat ditemui Radar Nonstop usai menjadi pembicara dalam acara Sosialisasi Pemilu yang diadakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jakarta Timur (Bakesbangpol Jaktim), Rabu (21/11/2108).
Ketika dimintai tanggapannya, pensiunan jenderal bintang dua yang kini jadi Direktur Utama Taman Mini Indonesia Indah (TMII) enggan berkomentar. "Soal itu no comment," jawab Tanribali Lamo.
Kata Tanribali, hal itu domain DPRD DKI. "Itu proses politik dan sekarang berjalan. Dan itu domain DPRD DKI," jawabnya.
Namun, saat ditanya seperti apa Jakarta yang ideal? Pria yang pernah menjabat sebagai pelaksana tugas (plt.) gubernur Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku Utara dan Papua Barat ini berucap, Jakarta yang ideal ke depan adalah Jakarta yang tidak menghilangkan akar sebagai kota budaya. "Sebagai kota pendidikan, kota milenial, kota internasional. Kalau semua itu terwujud dengan ditopang pariwisata yang bagus, tata lingkungan dan masyarakat yang bagus, maka Jakarta akan jadi tujuan wisata baik di dunia," paparnya.
Lalu, ketika ditanya pemimpin seperti apa yang dibutuhkan Jakarta? Ia mengatakan Jakarta perlu orang-orang yang pemikirannya jauh ke depan.
"Orang-orang yang punya inovasi jauh ke depan bisa memberikan jalan/cara alternatif sebaik mungkin dalam mengatasi setiap persoalan Jakarta. Karena, Jakarta berdasarkan UU No. 29 Tahun 2007, banyak hal yang harus dipikirkan terkait urbanisasi, keamanan, dengan wilayah kekhususannya. Lalu, sebagai kota pariwisata juga. Hal-hal lain dan kedudukan Jakarta sebagai ibukota negara yang berbeda dengan daerah lain itulah, maka Jakarta mempunyai kekhususan dan perlu penanganan lebih serius. Menurut saya, Pak Anies sudah dan sedang melakukan itu semua," terangnya.
Terpenting kata dia, kuncinya adalah komunikasi. "Jangan punggungi (belakangi) rakyat. Buka komunikasi/dialog dengan rakyat. Gubernur dan wakil gubernur harus berkomunikasi dengan DPRD dengan baik sebagai partner yang setara. Karena, gubernur dan wakil gubernur dengan dewan (DPRD) sesuai UU No. 32 dan 23 adalah partner yang setara. Gubernur/wakil gubernur dan DPRD harus saling mengisi. Harus saling mengingatkan sebagai lembaga negara yang setara. Lalu, sekecil apa pun persoalannya harus komunikasi, jangan biarkan larut begitu saja. Mengatasi persoalan Jakarta juga harus melibatkan daerah sekitar sebagai penyangga (Jabodetabek).
Tanribali pun menyinggung soal perencanaan yang matang dalam pembangunan. "Perencanaan matang itu penting. Karena, kalau rencana matang (baik dan benar) dilakukan, maka 50 persen pekerjaaan kita sudah dilakukan," tandasnya.
Secara terpisah, Kepala Sub Bidang Ideologi Wawasan Kebangsaan dan Politik Bakesbangpol Jakarta Timur, Robertho Manurung mengatakan, DKI Jakarta menghadapi tahun politik harus menciptakan situasi yang kondusif mengingat cerminan internasional. "Kemudian, menghadapi dorongan urbanisasi penduduk serta ancaman radikalisme, terorisme, narkoba, maka dibutuhkan sosok yang mampu tampil ke depan serta mampu berkoordinasi dengan aparatur instansi lainnya, khususnya aparatur keamanan," katanya.