RN - Wakil Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Kota Bekasi, Ahmad Tabroni mendesak Pemerintah Kota Bekasi segera mengambil alih pengelolaan Islamic Center yang kini dikelola oleh Yayasan Nurul Islam.
Desakan tersebut dikatakan Ahmad Tabroni, lantaran kerugian yang dialami Pemerintah Kota Bekasi dari sektor pajak dan pendapatan mencapai ratusan milyar rupiah. Menurutnya, angka tersebut merupakan angka yang fantastis dan tidak bisa dianggap sepele.
“Pengelolaan Islamic Center oleh Yayasan Nurul Islam kan sejak tahun 90’an, tentunya pendapatan dan sewa pengelolaan lahannya pun bernilai tinggi. Apalagi lokasinya yang strategis dan menjadi ikon Kota Bekasi, pasti besar pendapatan yang dihasilkan,” kata pria yang akrab disapa Gus Boni kepada media, Senin (16/8/2021).
BERITA TERKAIT :“Tetapi, dari data yang kita peroleh terjadi kebocoran. Yayasan Nurul Islam diduga tidak memenuhi kewajibannya sebagai Wajib Pajak serta bayar sewa lahan sebagaimana mestinya (sesuai NJOP). Ini kan menyalahi aturan, kerugian pemerintah ya kerugian masyarakat Kota Bekasi juga. Makanya secara tegas, Pemkot harus segera ambil alih asset berharga ini,” tegasnya.
Secara eksplisit Gus Bon mengungkap, terdapat kebocoran lain disamping pajak dan sewa lahan. Yakni diantaranya, kompensasi pembangunan Tol Becakayu, retribusi parkir, kebersihan dan lainnya.
“Kompensasi dari pembangunan Tol Becakayu saya kira cukup besar. Sementara dari informasi yang kita peroleh, pihak Yayasan Nurul Islam tidak transparan kepada pemerintah. Lantas uangnya dikemanakan?, penggelapan dong!,” tandas Gus Bon seraya membeberkan pihaknya Bersama GP Ansor Kota Bekasi telah menggeruduk Kejari Bekasi pekan kemarin.
Untuk diketahui, sejak dibangun pada tahun 1990, Kawasan Islamic Center Kota Bekasi menjadi salah satu central perkembangan masyarakat kota yang berdiri di atas lahan seluas 41.590 meter persegi. Pembangunan kawasan ini menelan anggaran hingga Rp 8,3 Milyar yang bersumber dari APBD dan hasil sumbangan donatur.
Sejarah digital mencatat, bahwa Islamic Center Kota Bekasi dibangun beberapa kali tahapan, yang saat itu Birokrasi Pemerintahannya masih dibawah nahkoda H. Suko Martono (Almarhum) dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bekasi Nomor: 451.i/SK.394A/Kesra.
Islamic Center Kota Bekasi ini terealisasi dari ide yang digagas seorang Pahlawan Nasional KH. Noer Ali. Tujuan dan fungsinya amatlah mulia, agar Masjid bukan hanya menjadi tempat peribadahan umat Islam, namun bisa memberikan perkembangan pemikiran, ekonomi dan sosial.
Berjalannya waktu, kawasan Islamic Center Kota Bekasi mengalami perubahan yang signifikan. Kawasan muslim ini tidak hanya memiliki bangunan masjid dan auditorium atau tempat pertemuan, tetapi juga terdapat tempat pengelolaan kompos dan foodcourt. Beberapa kali pun terlihat kawasan ini kerap dipilih Event Organizer (EO) sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan ekonomi masyarakat.
Secara de facto dan de jure, kawasan ini merupakan milik pemerintah Kota Bekasi, hal itu tertuang dari berita acara No. 028/BA. 106- PLK/1998 tanggal 4 Maret 1998 tentang serah terima barang inventaris dari pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi Kepada Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi dan Sertifikat Hak Pakai No.00058 tahun 2018 dengan luas 41.590 Meter persegi atas nama Pemerintah Kota Bekasi. Namun Islamic Center ini dikelola oleh Yayasan Nurul Islam sejak tahun 1997 hingga sekarang.
Sebagai badan hukum yang digunakan untuk mencapai tujuan di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yayasan, yang cenderung bersifat non-profit, ternyata tetap dikenakan kewajiban pajak.
Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya yang dimakasud “Badan” sebagai subjek pajak. Salah satu kewajiban pajak yang dibebankan kepada yayasan adalah Pajak Penghasilan (“PPh”) karena meski sifatnya non-profit, untuk tetap menjaga keberlangsungannya, pada praktiknya yayasan harus tetap berkembang dan mencari pendapatan.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2019 tentang Pajak Daerah dalam pasal 62 ayat (1), pasal 63 dan pasal 64, berdasarkan point diatas Yayasan Nurul Islam merupakan subjek pajak dan wajib pajak yang secara nyata memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Hanya saja dalam prosesnya, Yayasan Nurul Islam dianggap melanggar peraturan Undang-Undang tersebut. Berdasarkan pernyataan Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi, H. Aan Suhanda, selama 24 tahun Yayasan tersebut tidak memberikan kontribusi pajaknya kepada Pemerintah Daerah.
Alhasil, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tertunggak pun cukup besar, yakni Rp.9,476,692,328. Selain itu juga retribusi sewa lawan yang di komersilkan oleh yayasan belum pernah dibayarkan sebesar Rp 6.749.786.700 sejak tahun 2017-2021.
Ketua PC GP Ansor Kota Bekasi, M Joefry mendesak Wali Kota Bekasi segera mencabut rekomendasi Nomor: 032/ Kep. 572-BPKAD/VII/2016 tentang izin pengelolaan Islamic Center oleh Yayasan Nurul Islam.
“Ini bentuk kecurangan dan berdampak kepada Pendapatan Daerah yang berkurang. Tanah negara yang di kelola oleh Yayasan tetap harus memberikan kontribusi pajaknya dari hasil lahan yang di komersilkan. Saya menyikapi hal ini sangat serius dan atas nama GP Anshor Kota Bekasi, saya meminta kepada Yang Terhormat Bapak Wali Kota Bekasi untuk mencabut surat rekomendasi izin pengelolaan Islamic Center dibawah Yayasan Nurul Islam,” tegasnya mengakhiri.