RN - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ternyata sudah mengusulkan pengetatan. Usulan ini untuk menghadang lonjakan Corona.
Sialnya, usulan Anies ditolak pemerintah. Hal ini diungkap Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono.
Kata dia, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada akhir Mei lalu telah mengusulkan ke pemerintah pusat untuk melakukan pengetatan.
BERITA TERKAIT :Usulan tersebut dilakukan atas prediksi lonjakan kasus COVID-19, tetapi ditolak pemerintah pusat.
"Akhir Mei setelah mendengarkan masukan Tim Pandemi @fkmui tentang potensial lonjakan yang dapat terjadi, @aniesbaswedan segera usulkan ke pemerintah pusat agar segera dilakukan pengetatan maksimal Jawa-Bali. Tak diterima, karena isu ekonomi. Ada KPC-PEN, tapi yang terpikir hanya PEN," kata Pandu Riono, dalam akun Twitter-nya, yang dikutip Senin (5/7/2021).
Pandu telah mempersilakan cuitannya dikutip. Pandu mengatakan awalnya tim epidemiolog telah menyampaikan usulan ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menkes Budi Gunadi Sadikin agar dilakukan lagi pengetatan. Hal itu seiring dengan lonjakan jumlah kasus COVID-19 pasca-Lebaran.
"Kalau nggak awal Juni gitu atau akhir Mei. Kan saya mencantumkan, itu ada grafiknya di Twitter saya gambarnya seperti ini polanya. Kalau saya hitung-hitung kemungkinannya akan meningkat tajam di bulan Juni. Jadi harus melakukan pengetatan mulai sekarang, waktu akhir Mei kalau nggak salah," kata Pandu saat dihubungi, Senin (5/7/2021).
Usulan itu telah disampaikan Pandu berdasarkan kajian tim epidemiolog ke Anies dan Budi Gunadi sejak akhir Mei 2021, lalu Anies dan Budi juga menyampaikannya ke pemerintah pusat. Setiap minggu Pandu mengirimkan data kenaikan grafik dan prediksi lonjakan kasus.
"Supaya kita mengantisipasi supaya lonjakannya jangan terlalu tinggi karena kan adanya varian baru dan mudik yang jauh lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Kemudian mengamati sudah ada lonjakan di Jawa Tengah Kudus, di Jawa timur di Bangkalan, saya berkali-kali kok ngusulin, hampir setiap minggu saya tunjukin grafiknya meningkat lagi ke Pak Menkes dan Pak Anies," kata Pandu.
Pandu mengatakan ia memberi masukan ke Anies dan Budi Gunadi untuk segera dilakukan pengetatan karena diprediksi akan terjadi lonjakan kasus pada Juni. Tak hanya itu, dia juga mempertimbangkan kapasitas rumah sakit yang bisa saja penuh.
"Pak Menkes bilang kita usahakan ya, kita sampaikan usulnya biasanya.... 'Oh belum, belum... ya kemudian kita usahakan terus'. Pokoknya tiap minggu kita sampaikan terus, tiap minggu saya buat grafik baru tentang kurva pandemi," tuturnya.
"Saya bilang ini lonjakannya tinggi banget loh rumah sakit bisa kolaps," ujar Pandu.
Justru Pandu mengaku kaget ketika prediksi lonjakan kasus COVID-19 itu kini menjadi nyata, padahal saat itu prediksinya telah disampaikan ke pemerintah. Namun ia mengaku kecewa ketika Menko Marves Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah tidak memprediksi lonjakan kasus COVID-19.
"Ya kaget kan saya juga kaget sama ramalan saya sendiri itu kan yang nggak dimau dengan saya juga dan yang saya sedih itu sebenarnya bisa dicegah. Tadinya saya simpen dalam hati gitu kan, tapi begitu Pak Luhut bicara kita nggak tahu.... Saya kecewa banget kok Pak Luhut sampai ngomong seperti itu. Akhirnya saya cuitkan saja di Twitter," ungkapnya.
"Pokoknya ini sudah di prediksi kemungkinan-kemungkinan terburuknya yang kita khawatirkan kan asumsi yang terjadi itu terjadi. Wah di Kudus udah 80 persen hasil gen sequencing-nya udah Delta, wah Delta udah nggak bisa dianggap lain-lain kan jadi ini akan terjadi peningkatan yang lebih dari 2 kali dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yg lebih singkat. Makanya rumah sakit mau di expanded kaya apa nggak ada yang bisa sanggup gitu loh," paparnya.
Pandu mengatakan dia menanyai hasil perkembangan rapat ke Menkes maupun ke Anies, tapi kedua pihak mengatakan usulan terkait pengetatan tidak disetujui pemerintah pusat.
"Peringatan itu biasanya ada yang publik kan, ada yang saya kirim lagi dengan WA ke Pak Gubernur dan Pak Menkes dan kemudian saya juga menyampaikan pesan pribadi gitu kan. Gimana? Habis rapat katanya ini belum diterima, (yang bilang belum diterima) dua-duanya," kata Pandu.
"Saya tanya, saya tanya mereka, nggak ngasih tahu. Mereka nggak akan ngasih tahu. 'Ya gimana hasil rapat, rapat kabinet, saya denger waktu itu Pak Anies dipanggil oleh Pak Jokowi?' 'Ya masih belum bisa', gitu," ujarnya.
Hingga akhirnya pemerintah memutuskan memberlakukan PPKM darurat pada 3-20 Juli di Jawa dan Bali. Menurut Pandu, kebijakan tersebut terlambat karena telah terjadi lonjakan kasus dan rumah sakit telah penuh.
"Ya mau gimana orang sudah telat banget, sudah telat sebulan. Ya nggak... ya baru dilaksanakan tanggal 3, itu makanya mundur," katanya.
Sementara itu, Satgas Penanganan COVID-19 belum memberikan respons atas pernyataan tersebut.