RN - Pengamat masalah perkotaan Amir Hamzah menyayangkan sikap legislatif, tidak sepatutnya pengusulan calon Walikota di DKI Jakarta menjadi bola panas.
"Harusnya pimpinan DPRD dan Gubernur DKI bisa duduk bareng. Bisa juga kan telp, tinggal bilang, misalnya eh pak dewan gw mau usulin si fulan jadi walikota ya. Kan enak begitu, nggak jadi bola panas," imbuhnya.
Amir yang juga Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) mengatakan, dalam pemilihan calon walikota tidak menutup kemungkinan adanya politik "setengah kamar".
BERITA TERKAIT :"Artinya, pasti ada bisik-bisik usulan para jargon. Seumpama ada kedekatan dengan dewan maupun gubernur. Kemudian ada oknum yang dekat dengan pejabat ASN lalu mencoba merekomendasikan, kemudian saling adu kuat. Sehingga terjadi politik setengah kamar," paparnya.
Amir juga menilai, ada kemungkinan dalam pengusulan calon walikota, terjadi miskomunikasi maupun mengacu pada tata tertib.
"Bisa jadi proses komunikasi yang berjalan tidak baik yang menyebabkan informasi yang disampaikan tidak berjalan sesuai dengan harapan. Atau DPRD menolak dengan dalih tatib. Dimana setidaknya Gubernur harus mengusulkan minimal dua nama calon walikota ke DPRD," pungkasnya.
Saat penyusunan tatib, DPRD DKI mengajukan revisi terhadap Peraturan DPRD DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2018, khususnya pasal mengenai ketentuan seorang gubernur DKI Jakarta saat memilih wali kota, bupati, dan delegasi urusan luar negeri. Dimana, dalam pengusungan calon walikota, perlu ada pertimbangan dari DPRD.
Selama ini dalam mengangkat wali kota, bupati, dan delegasi urusan luar negeri, gubernur tak perlu melibatkan DPRD untuk meminta pertimbangan. Karena memang gubernur tidak diwajibkan untuk meminta pertimbangan ke DPRD.