Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
OPINI

Daya Beli Melorot, Orang Kaya Tahan Duit

Jany/RN | Senin, 31 Agustus 2020
Daya Beli Melorot, Orang Kaya Tahan Duit
Ilustrasi
-

RADAR NONSTOP - Pandemi virus Corona bukan hanya berdampak pada masyarakat kalangan bawah. Tapi, menengah atas atau biasa disebut orang kaya juga menahan duitnya.

Orang-orang tajir itu mulai mengerem duit. Bahkan, yang biasanya makan dan ngopi di restoran kini mulai berkurang. 

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebut sekitar 29 juta warga Indonesia mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada masa Covid-19. Jika ini terus terjadi maka daya beli makin rontok.

BERITA TERKAIT :
Prabowo Lebih Jago Dari Jokowi, Sekali Gebrak Bawa Rp156,5 Triliun Dari China
Gibran Curhat, Dari Makan Bergizi Gratis Hingga Ekonomi 8 Persen

Menahan duit juga dibenarkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.  Dia mengatakan, daya beli kelompok kelas menengah atas juga merosot tajam. 

Padahal, kelompok ini selalu menyumbang daya beli konsumsi untuk mendongkrak ekonomi nasional. Namun, karena adanya pandemi Covid-19 membuat mereka menahan untuk membeli. 

"Kelompok menengah atas konsumsinya menurun, tapi masih melakukan beberapa kegiatan digital yang mana masih membeli barang online. Walaupun mereka pindah ke digital untuk membeli barang. Tapi enggak mensubtitusi ekonomi karena mereka udah enggak nongkrong di warung dan bioskop karena pandemi," ujar Sri Mulyani dalam video virtual, Kamis (28/9/2020).

Dia mengatakan akan terus membuat instrumen kebijakan termasuk belanja anggaran sehingga bisa menjaga perekonomian sekaligus membantu masyarakat.

Pemerintah telah menetapkan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp695,2 triliun yang mencakup semua sektor, baik untuk kesehatan hingga membantu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang paling terdampak Covid-19.

Seperti diberitakan, Ketua Kadin Indonesia Rosan Roeslani menyatakan survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebut sekitar 29 juta warga Indonesia mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada masa Covid-19 tidak berbeda dengan data yang diterimanya dari berbagai sumber.

Di sektor formal, misalnya, data yang diterima Rosan dari sejumlah asosiasi di bawah Kadin ada 6,4 juta orang pekerja yang terdampak akibat Covid.

“Tapi, sebagai catatan, kebanyakan pekerja di sektor formal itu tidak di-PHK, tapi dirumahkan. Perusahaan tidak berproduksi lagi dan tidak mampu membayar para pekerjanya sehingga para pekerja didiamkan,” kata Rosan dalam keterangan tertulis SMRC di Jakarta, Jumat (7/8/2020).

Yang paling banyak dirumahkan dari sektor formal adalah pekerja di bidang tekstil. Angkanya mencapai 2,1 juta orang. Transportasi darat 1,4 juta orang, restoran hampir 1 juta orang, alas kaki 15 ribu, dan lainnya.

Di sektor informal/usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menurut Rosan, pengusaha UMKM yang meminta untuk direstrukturisasi di perbankan berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah 550 triliyun Rupiah dari total hampir 1100 triliyun Rupiah. Berarti sudah 50 persen yang terdampak.

Laporan survei Asian Development Bank (ADB) juga menyatakan bahwa UMKM yang berhenti seketika karena terdampak Covid total 48,4 persen dari 60 juta. Berarti, kurang lebih, hampir 30 juta UMKM.

“Karena itu, program pengaman jaringan sosial harus benar-benar diutamakan untuk dijalankan bagi kelompok yang terdampak Covid. Kalau mereka terlalu lama lapar, bisa repot,” kata Rosan.