Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Harga Minyak Dunia Anjlok, BBM Tak Kunjung Turun, Nih Alasan Pertamina

RN/NET | Jumat, 01 Mei 2020
Harga Minyak Dunia Anjlok, BBM Tak Kunjung Turun, Nih Alasan Pertamina
-Net
-

RADAR NONSTOP - Anjloknya harga minyak dunia membuat publik bertanya - tanya. Kapan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) turun?

Menanggapi pertanyaan publik ini, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati angkat bicara. Dikatakannya, dalam formulasi penentuan harga BBM, Pertamina menggunakan patokan harga minyak global dalam dua bulan ke belakang. Itu berarti, untuk menentukan harga BBM April menggunakan patokan Februari.

"Kalau hitung hari ini, maka yang kami lihat adalah Februari, sehingga harga masih tinggi," ujarnya dalam video conference, Kamis (30/4).

BERITA TERKAIT :
Dirujak Netizen Akibat Meludah, Karyawan Pertamina Belum Dipecat 
Ruang Gerak Pertamina Terbatas, SPPSI Jakarta Dorong Revisi UU Migas

Untuk diketahui, badan usaha menetapkan harga jual dalam satu bulan menggunakan acuan rata-rata harga Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus periode tanggal 25 pada dua bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24 satu bulan sebelumnya.

Ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.

Namun demikian, Nicke mengakui terdapat anomali harga MOPS dan Argus. Harga dua acuan minyak tersebut lebih rendah dari minyak mentah. 

Itu berarti, bisa saja Pertamina membeli langsung BBM di pasar global dan menutup semua kilang-kilangnya karena lebih murah membeli BBM ketimbang minyak mentah. 

Namun, kebijakan tersebut tentunya tidak diambil perusahaan minyak negara tersebut. Pasalnya, operasional kilang terkait dengan berbagai aspek, antara lain, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hingga pekerja di kilang-kilang Pertamina.

"Nanti mati semua, para KKKS nanti produksinya bagaimana? Menutup hulu juga perlu biaya, reaktivasi nantinya juga perlu biaya," jelasnya.

Di sisi lain, meskipun belum menyesuaikan harga BBM, Pertamina telah menawarkan diskon berupa uang kembali (cashback) bagi pelanggan Pertamax dan Dex series sebesar 30 persen. Diskon diberikan bagi pelanggan yang bertransaksi secara non tunai menggunakan aplikasi milik BUMN selama periode 31 Mei-16 Juni 2019.

Selain itu faktor tersebut, ia menjelaskan Pertamina juga mengalami tekanan dari pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya, 93 persen pengeluaran perseroan menggunakan kurs dolar AS.

Tak hanya itu, ia menuturkan permintaan turun tajam. Secara nasional, permintaan BBM turun hingga 25 persen. Bahkan di kota-kota besar, penurunan permintaan lebih dari 50 persen.

"Itu harganya sudah lebih rendah dari kalkulasi di publik. Walaupun permintaan turun, arus kas negatif, kami tetap spending dalam dolar AS, tapi kami baru luncurkan cashback 30 persen," tuturnya.

Sebelumnya, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menilai terdapat indikasi harga BBM yang berlaku saat ini terlalu mahal, sehingga membebani masyarakat.

Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin mengatakan pangkal permasalahannya adalah komponen penyusunan struktur harga BBM. Struktur harga ini ditengarai menjadi penyebab harga BBM sulit turun meskipun harga minyak mentah global anjlok.

Ia membandingkan harga penjualan pokok (HPP) BBM di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lain seperti Malaysia dan Australia. Bahkan, kualitas BBM di dua negara itu lebih baik dibandingkan Indonesia.

Sebagai contoh, untuk RON 95 berkadar sulfur maksimum 10 ppm atau standar EURO 6 di Australia, HPP adalah setara Rp1.529 per liter. Sedangkan harga di SPBU yakni Rp8.376 per liter.

Sedangkan di Indonesia, untuk RON 98 berkadar sulfur maksimum 50 ppm atau standar EURO 4 (jenis Pertamax Turbo) HPP malah mencapai Rp7.387 per liter. Lalu, harga jual di SPBU sebesar Rp9.850 per liter.

"Ada potensi margin kelebihan biaya yang dinikmati oleh parasit BBM seperti para oil trader," pungkasnya.

#Pertamina   #BBM   #Dunia