RADAR NONSTOP - Sekretariat DPRD Kota Bekasi kini mulai menjadi sorotan sejumlah pihak. Berbagai permasalahan mendera di bawah kepemimpinan Muhamad Ridwan.
Dari dugaan penyalahgunaan wewenang dengan memasang CCTV di ruangan privasi, pengadaan baju safari yang wanprestasi hingga indikasi dugaan manipulasi pemotongan operasional anggaran makan-minum dan kunjungan kerja staf pendamping anggota Dewan Kalimalang tersebut.
"Ada beragam dugaan penyelewengan anggaran di tubuh Sekretariat DPRD Kota Bekasi, salah satunya terkait pemotongan anggaran staf pendamping kunjungan kerja dewan, makan-minum. Ke mana duitnya, apa peruntukannya, apa landasan payung hukumnya?," ungkap narasumber RADAR NONSTOP (Rakyat Merdeka Group) di lapangan dari salah seorang staf yang ada di salah satu Fraksi, Kamis (26/9).
Akibat kebijakan tidak berpihak ini, lanjutnya, sejumlah anggota Dewan dan staf pendamping mengeluh karena job berkurang.
"Kalau untuk pengadaan seragam dan makan minum (mamin) sudah bukan rahasia lagi. Yang patut jadi sorotan adalah manipulasi pemotongan anggaran kunker. Dalam aturannya, tidak seluruh staf DPRD bisa melakukan kunker. Anggota DPRD dan pendamping yang bisa melakukan kunjungan. Sementara staf yang bukan pendamping alat kelengkapan tidak ada ketentuan untuk ikut kunjungan kerja," pungkasnya.
Sayang, saat dikonfirmasi lewat WhatsApp terkait apakah benar ada pemotongan anggaran staf pendamping kunjungan kerja Dewan dan anggaran makan-minum? Jika benar ada, peruntukannya buat apa? Sekretaris DPRD Kota Bekasi, Muhamad Ridwan dengan singkat menjawab, tidak ada pemotongan.
"Boleh disampaikan sumbernya," pungkasnya singkat.
Sekedar untuk diketahui, Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Langkah-Langkah Penghematan dan Pemanfaatan Anggaran Belanja Perjalanan Dinas dan Meeting/Konsinyering dalam rangka pelaksanaan APBN 2015 oleh Presiden Joko Widodo tertanggal 29 Januari 2015, secara rinci memerintahkan kepada masing-masing Kementerian dan Lembaga untuk melakukan pemblokiran mandiri atau self blocking, terhadap alokasi anggaran belanja perjalanan dinas meeting/konsinyering.
Sejatinya, pemerintah juga telah melakukan cara-cara lain dalam melakukan efisiensi anggaran perjalanan dinas.
Dahulu, perjalanan dinas menggunakan sistem lumpsum, di mana sejumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu atau pre-calculated amount dan dibayarkan sekaligus.
Ini sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2003 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan Pegawai Tidak Tetap.
Dengan menggunakan sistem lumpsum ini, maka pegawai negeri sipil yang akan melakukan perjalanan dinas dan menerima sejumlah uang tertentu yang dibayarkan sekaligus.
Hitungan yang masuk di dalamnya, termasuk biaya transportasi, biaya penginapan dan biaya hidup selama perjalanan dinas. Sistem ini memungkinkan pegawai yang melakukan perjalanan dinas dapat mengatur sendiri penggunaan uangnya karena tidak ada pertanggungjawaban lebih lanjut mengenai penggunaan uang dinas.
Satu-satunya alat bukti adalah Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), yang ditandatangani dan dicap oleh instansi tempat tujuan. Namun, sistem ini berpotensi masih terjadinya penyelewengan.
Sehingga Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.05/2008.
Peraturan ini mengatur sistem perjalanan dinas menggunakan kombinasi antara lumpsum dan 'at cost' yang artinya dibayar sesuai dengan kebutuhan. Dan yang pasti, ada sanksi hukum bagi oknum yang melakukan penyelewengan anggaran.