RADAR NONSTOP - Terulangnya kasus pencemaran air sungai sepanjang aliran Kali Bekasi yang diduga dari Sungai Cileungsi, Sungai Cikeas (Kabupaten Bogor) hampir setiap tahun terjadi.
"Kasus ini terus terulang setiap tahun terutama di bulan Agustus, September, Oktober. Belum ada penanganan serius. Bahkan di sepanjang aliran sungai tersebut ikan Sapu-sapu sudah mati, berarti limbahnya sangat berbahaya," jelas Pemerhati Kebijakan Publik Bekasi, Didit Susilo, Rabu (28/8).
Menurutnya, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi sudah beberapa kali menyegel perusahaan yang ditemukan membuang limbah ke Kali Bekasi.
Namun, kata dia, upaya itu belum maksimal karena beberapa perusahaan yang berada di sepanjang Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas Kabupaten Bogor tetap seenaknya membuang limbah pabrik.
"Seret aja ke pengadilan sebagai kejahatan lingkungan agar ada efek jera," ujarnya.
Dijelaskan, aliran Kali Bekasi yang merupakan sumber air bersih PDAM Tirta Bhagasasi dan Tirta Patriot Kota Bekasi, karena sumber air baku tercemar limbah berat secara otomatis biaya operasional penjernihan air baku membengkak.
"Ini sudah mengkhawatirkan, Gubernur Jabar dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus turun tangan," pintanya.
Sementara itu Ketua Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho, berjanji akan melimpahkan permasalahan tersebut ke DLH Provinsi Jawa Barat karena akan berdampak ke Kota Bekasi dan Kab Bekasi.
“Jika DLH Provinsi Jawa Barat tidak mampu maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus turun tangan langsung. Terkait ancaman sanksi, DLH Provinsi Jawa Barat bisa menggunakan pasal 1 angka 14 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan ancaman maksimal penjara 3 tahun dan denda Rp 3 miliar," ungkapnya.
Lebih lanjut Teguh menegaskan, ancaman pidana dan denda bila diketahui ada perusahaan serta oknum yang ketahuan membuang limbah ke Sungai Cileungsi, Cikeas dan Kali Bekasi.
“Kejahatan lingkungan seberat ini jangan dijerat dengan peraturan daerah, ini harus dijerat dengan pasal 1 angka 14 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan ancaman maksimal penjara 3 tahun dan denda Rp 3 miliar,” tandasnya.