RADAR NONSTOP - Dituding mencari panggung atau mencari perhatian soal pendapatnya tentang wacana Kota Bekasi ingin bergabung ke DKI oleh orang nomor satu di Kota Bekasi, Machrul Falak Hermansyah mengatakan, Pilkada dan Pileg masih lama.
Menurut Machrul, sebuah gagasan, wacana, ide, masukan dan pendapat harus bersih dari tujuan mencari popularitas, pesanan pihak tertentu, atau meraih kekuasaan.
"Pendapat tentang wacana Kota Bekasi bergabung ke Pemprov DKI merupakan kewajiban saya selaku Putra Bekasi yang pernah ditugaskan Partai dan dipilih oleh masyarakat sebagai anggota DPRD Kota Bekasi demi keberlangsungan Penyelenggaraan Pemerintahan di Kota Bekasi. Saya tidak pernah menyatakan bahwa Kota Bekasi bangkrut/pailit. Namum harus dipahami, seorang Kepala Daerah itu harus paham hukum," ungkap Machrul kepada RADAR NONSTOP (Rakyat Merdeka Group), Senin (26/8).
Mantan anggota DPRD Kota Bekasi asal Partai Golkar ini menjelaskan, hal itu adalah sebuah pertanyaan bagi siapa saja yang mewacanakan Kota Bekasi bergabung ke Propinsi DKI Jakarta bahwa penyelenggara Pemerintahan Daerah (Kepala Daerah dan DPRD) harus berpedoman pada Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang terdiri atas Kepastian Hukum.
"Yang dimaksud dengan Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan Perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Dalam konteks penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, salah satu Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan pedoman adalah Undang-Undang No.23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini harus dipahami oleh Walikota," tegasnya.
Machrul menambahkan, wacana Kota Bekasi bergabung ke Propinsi DKI, dalam UU 23 Tahun 2014 bisa kita lihat dalam Pasal 47 sebagai rujukannya.
"Penggabungan sebuah Daerah dilakukan dalam hal Daerah tersebut tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah. Tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah, berarti para penyelenggara Pemerintahan Daerah sudah tidak mampu lagi menjalankan roda kepemerintahan yang mungkin diakibatkan oleh bencana alam, kerusuhan, pailit kondisi keuangan daerah, dan lain-lain. Pertanyaannya apakah Kota Bekasi dikategorikan seperti itu?," papar Machrul seraya bertanya.
Pada kenyataannya, lanjut Machrul, Kota Bekasi dengan APBD hampir sebesar Rp 7 Trilyun, termasuk dalam kategori daerah yang mempunyai kemampuan Keuangannya Tinggi dan berhasil melaksanakan RPJMD 2013-2018 pada 5 tahun lalu dengan sukses.
Machrul menjelaskan, terlebih lagi jika kita melihat Pasal 44 dalam Bab Penataan Daerah, Penggabungan Daerah berupa;
a). Penggabungan dua daerah Kabupaten/Kota atau lebih yang bersanding dalam satu daerah propinsi menjadi daerah kabupaten/kota baru.
b). Penggabungan dua daerah propinsi atau lebih yang bersanding menjadi daerah propinsi baru.
"Dalam isi Pasal 44 tersebut tidak ada kriteria Penggabungan Daerah yang berbeda Provinsi, semisal Kota Bekasi yang berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI," terangnya.
Menurutnya, berbeda hal dengan wacana pembentukan Propinsi Bogor Raya, daerah tersebut dalam kesatuan Provinsi Jawa Barat.
"Kalau memang Masyarakat Kota Bekasi serius untuk bergabung dengan Provinsi DKI sebaiknya segera melakukan Judisial Review UU 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 44 ayat 1, yaitu penambahan isi ayat: Penggabungan dua daerah berbeda Propinsi. Kemudian pada Pasal 47 ayatnya ditambah. Penggabungan Daerah dilakukan dalam hal Peningkatan Efektif, Efisiensi atau Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah. Atau isinya bisa dikonsultasikan dengan ahli hukum yang memungkinkan Kota Bekasi bisa bergabung dengan DKI," imbuhnya.